Senin, 16 Mei 2011

New Title, New Knowledge, New Phase

Otak saya sudah meluber-luber ingin berkisah.
Jadiii.... tepat tanggal 13 Mei 2011 kemarin, resmi sudah saya menyandang gelar kedua untuk diletakkan di belakang nama saya : AKUNTAN
Sungguh dengan segala kerendahan hati dan syukur, terimakasih saya panjatkan kepada Pencipta saya karena diberi kesempatan membahagiakan orang tua dan keluarga besar dengan cara yang sederhana ini. Menyelesaikan pendidikan.
Nggak mudah memang mencapai hari itu. Satu tahun saya lewatkan dengan perjuangan dan fokus semaksimal mungkin. Begadang sampe subuh bersama Novianti Indah Susanti dan Tina Semadi, terkadang memilih tempat-tempat "elite" untuk membangkitkan suasana "positif" saat mengerjakan tugas (halah!), kadang menyelesaikan tugas dengan cara kami sendiri. Sumpah, saya merindukan saat-saat itu.

Saya juga belum lupa pengalaman pertama saya kerja di sini, di Bali. Mencuri-curi kesempatan ngerjain tugas di sela-sela jam kantor yang ujungnya membuat saya menyerah dan memilih pendidikan saya.
Satu tahun yang luar biasa dilewatkan bersama orang-orang hebat di kelas saya yang berjumlah 30 orang. Satu tahun yang hebat karena saya juga di support orang-orang terhebat dalam hidup saya.

Ilmu sebenarnya tidak bisa dibeli. Eh, sejujurnya saya masih belum puas sekolah. Tapi dengan kesibukan kerja seperti sekarang ini, keadaan belum memungkinkan untuk menambah gelar ketiga lagi. Tapi saya pengen suatu saat, di saat karir saya mulai menanjak dan memberi waktu luang kepada saya untuk "bernapas", saya pasti mengambil kesempatan itu.

Sayangnya, di jenjang pendidikan ini nggak ada yang namanya tugas akhir sejenis skripsi seperti S1 karena memang ini pendidikan profesi atau spesialis atau apalah bahasanya. Jadi saya cuma bisa mengucapkan terimakasih layaknya di lembar persembahan skripsi di media ini.

Untuk Tuhanku Maha Pemberi Nikmat, luar biasa Kau bentuk aku menjadi manusia yang selalu sadar akan hadirMu di setiap denyut-denyut nadiku.

Untuk kedua orangtuaku, orang tua yang hebat, yang tidak putus melimpahkan segala cinta dengan berbagai cara, mendukung dan memberi arahan untuk hidup.

Untuk almarhum Pelangiku. Mbak tau, Sayang, kamu senyum di atas Sana, kan? Toga kedua yang mbak persembahkan untuk dedek. Mbak yakin seyakinnya, ada kekuatanmu melimpah ke kehidupan mbak.

Untuk para sahabat rekan S1 dan rekan seperjuangan di PPAk, kita melewatkan hari dengan bahasa kita, dengan gelak kita, dengan curangnya kita. Sungguh manis! :)

Untuk seseorang yang pernah memberi warna di masa lalu, sekaligus teman bertukar pikiran sampai sekarang: Hendra Siahaan, terimakasih untuk kata demi kata yang pernah terlontar, yang membuat saya tersenyum dan cemberut. Kamu sangat mengerti bagaimana "mencambuk" saya saat semangat sedang mati suri. Setengah gelar ini ada karena kamu :)

Dan terakhir, ijinkan saya menorehkan ucapan terpanjang disini. Untuk yang menempati sisi hati saya, Agus Mahendra Caryadwipa, pasangan, teman, sekaligus kakak..
Mungkin tatapan saya pun sudah bicara banyak kepadamu. Sehingga saya tiba-tiba merasa bodoh untuk mengungkapkannya dalam kata-kata. Terimakasih telah menemani saya menapaki jalan yang terkadang curam untuk kemudian menemukan lahan lapang yang semakin mudah dijalani. Kamu memang tidak sempurna, tapi caramu yang menyempurnakan saya dari berbagai sisi.

Finally, God... : Ni Putu Pramita Pramiswari, SE, Ak.

Minggu, 01 Mei 2011

Kisah yang Ingin Bercerita

Semua orang memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan. Hanya kadang keputusan itu perlu pertimbangan-pertimbangan untuk dilakukan.

Skenario hidup dikreasikan dengan penuh rencana lengkap dengan sisi-sisi pelengkap oleh Pencipta kita. Merunut dari apa yang terjadi, saya bisa menyimpulkan, sampai ke suatu titik hidup memerlukan proses, sekalipun proses yang menyakitkan.
Masalah adalah arena belajar untuk meng-upgrade kemampuan diri me-manage kehidupan pribadi kita.
Marah, kecewa, sedih, mungkin memang "disiapkan" untuk melangkah ke proses selanjutnya dalam hidup.

Setidaknya itulah yang terjadi.
Pada saya.
Dan kehidupan saya.

Dari kacamata yang sedang mencoba belajar dewasa, saya harus berterima kasih kepada masalah. Jangan salah. Saya tidak berterima kasih sama sekali kepada orang yang membuat masalah itu menjadi ada -walau bagaimanapun, kita tetap menginginkan terbebas dari masalah, kan?-
Saya berterima kasih kepada "sinyal" Tuhan sehingga saya bisa menemukan sumber masalahnya dan menjadi pokok bahasan.

Ingatan saya melayang kembali di malam itu. Malam dimana saya menghabiskan malam di tepi pantai, merebahkan tubuh di dalam mobil sampai pagi, menatap sepasang mata pedih di sebelah saya.
Malam yang seharusnya saya syukuri karena menjadi titik balik dari apa yang terjadi.
Genggaman yang tidak dia lepaskan dan berujung pada keputusan besar dari kami berdua, yang terjadi seminggu kemudian.

Untuk memastikan semua baik-baik saja perlu keyakinan lebih dalam lagi. Setidaknya kami sudah berani berkeputusan selangkah lebih maju dari yang sebelumnya.
Masalah yang akhirnya kami tertawakan dan menjadi bahan ejekan berdua.
Ada pesan yang selalu saya ingat..
"Maafkanlah hari kemarin, dan jangan pernah takut pada hari esok...."

Akhirnya, kebahagiaan terletak pada cara kita memperlakukan hidup kita sendiri dan memandangnya dari kacamata pilihan kita, apakah itu dari kutub positif, atau kutub negatif. :)