Rabu, 27 Oktober 2010

Baby.. Baby.. Come to Mama, Love!

Huuuuuuffffff...... <== ini maksudnya menghembuskan nafas.
Ehhhh jadi, tuh, ya, kemaren itu spesial bangeeet buat sayaaa..
Untuk yang kedua kalinya saya lihat dengan mata kepala sendiri bayi yang bener-bener merah, baru mbrojol.

Anak sepupu saya, sih. Anak kedua ini. Lahir dengan operasi.
Sampe saya dateng, bayinya masih di ruang bayi.
Saya cuma bisa ngeliat dari luar.
 

Adudududududuuuuuuhhhh.... ngerti nggak, sih, kalian.. Gregetan abiiiiisss, tauuu, liat jejeran bayi yang tidur tenang dengan pipi merah, matanya terpejam. Ngebayangin dia hidup di rahim ibunya, ikut makan makanan ibunya, beraktivitas seiring detak jantung ibunya. Great!! Saya terharuuuuu luar biasa.. ikut ngerasain senengnya para ibu yang ngelahirin hari itu (kemaren, tanggal 26 Oktober 2010).
Duh, semangat amat, sih, sayanya. Tapi beneran deeeeeeh....
Yaaa pada dasarnya sih saya emang pecinta anak kecil. Tapi beda aja rasanya ngeliat bayi yang bener-bener baru berapa jam ngirup udara dunia.
Hiiiihhh..cubit..cubiiiiiiiit.....

Ponakan saya di rumah udah dua deeeeeh.. Seneng..
Semoga secepatnya Tuhan memercayai saya untuk menjadi ........ Ibu :)

Senin, 25 Oktober 2010

Hi, I'm Your Bestfriend's Girlfriend

Semua berjalan seperti biasa, sampai bidadarimu memberi dinding tebal di tengah kita.....

Ya. Sampai dia menemukan bidadarinya.
Semua memang baik-baik saja. Kami berteman, lalu bersahabat, lalu berbagi cerita yang tidak seharusnya, lalu memilih jalan masing-masing karena tidak rela mengotori sebuah sulaman cantik yang durajut dengan sederhana, yang kami beri nama : PERSAHABATAN
Toh, kami mampu juga menjalani ikatan persahabatan yang benar-benar bersahabat.
"Mawar yang masih kusimpan, Sahabat....."
Kami membagi cinta dengan orang-orang yang kami cintai. Sesekali diselingi derai tawa di telepon seluler dan komen-komen bodoh di jejaring sosial.
Sampai pada akhirnya, intensitas itu berkurang dengan tidak wajar. Saya mencium aroma yang beda.
Berbagai cara saya lakukan untuk mencari tahu.
Dan jawabannya klasik.  Kecemburuan.
Cemburu pada sahabat pacarmu. Apa karena kami berbeda gender? Apa persahabatan antara pria dan wanita harus berujung tragis dengan titik-titik cemburu pacar-pacar kami?

Lalu saya temukan lagi kenyataan. Untuk yang kedua kalinya, Sahabat, bidadarimu memuaskan egonya dengan melenyapkan saya dari sisi kehidupan jejaring sosialnya.
Saya ingin marah. Tapi saya kemudian tertawa, karena bukan cara yang bijak.
Saya kehilangan. Sungguh.
Ini lebih buruk daripada dimusuhi mantan pacar.

The Pictures


Lucu aja liat-liat foto lama ini. Ya, ada beberapa foto baru yang iseng jadi bahan percobaan edit-mengedit. Just enjoy the show, kata Lenka.







<== Hm, nggak komen deh sama foto ini.













Saya ingat banget ada yang suka sama mata saya, sampe dia nge-crop foto saya di bagian mata. Miss him.


Nggak tau kenapa, i love this pict. O ya, this is someone i called "Langit"


Tapiiiiiiiiii..... tetep ini doooooonnnnnnkkk idolanya akuuuu... Ini terinspirasi dari pose junior saya jaman kuliah S1, tentunya dengan modifikasi. Wahooooooooo....

Yang jelas, ini gaya pas jalan sepi sesepi-sepinya

Minggu, 24 Oktober 2010

Percakapan dengan Langit, Intermezo Sebelum Terlelap

Bali dingin malam ini. Saya menggigil.

Apakah tidak sebaiknya kita kembalikan semuanya seperti semula, Langit? Saya kadang lelah.
Kamu tau lelah kenapa? Kelak akan saya beri tahu, Langit...


Sabtu, 23 Oktober 2010

Only Time

Who can say where the road goes
Where the day flows
Only time... 


And who can say if your love grows
As your heart chose
Only time...

Who can say why your heart sighs
As your love flies
Only time...

And who can say why your heart cries
When your love lies
Only time...

Who can say when the roads meet
That they might be
In your heart...

And who can say when the day sleeps
If the night keeps all your heart
...night keeps all your heart...


Pict by me

"Hanya masalah waktu. Tenanglah......"





Jumat, 22 Oktober 2010

Suara Kepada Langit : Bukan Puisi

Di suatu malam, saya pernah berkata padamu, kita punya tujuan, Langit..

Tujuan yang saat itu kamu utarakan kepada saya untuk dicapai bersama-sama.

Sederhana : Jaga saya. Karena setegar apapun bongkahan hati di dalam sana, saya tetap akan berpulang padamu.

Genggam tangan saya. Karena sekuat apapun kaki saya melangkah, saya tetap akan butuh helaanmu saat jatuh dan tersungkur.
"Yakinkan saya, Langit, bahwa kita pantas berjalan beriring.."

Kamis, 21 Oktober 2010

Judulnya Adalah Judul

Ini Kamis.
Semua juga tau.
Lalu kenapa? Saya hanya merasa malam ini saya harus menulis di luar kenyataan saya sudah lama mengosongkan blog saya.
Jujur saja, saya menulis hari ini, malam ini, karena membaca sebuah blog dari............. hm, oke, pria yang saya kagumi.

Saya bukan latah karena membaca blog lalu menulis.
Saya hanya merasa butuh tempat untuk menjawab semua yang saya rasa dan saya alami disini. Di ruang tak terbatas dan bebas untuk diperlakukan seperti apa.
Saya sadar ini media publik. Tapi persetan lah, kenikmatan menulis dan orgasme bersama kata-kata adalah yang terpenting buat saya. See?

Jadi, saya telah berani berkeputusan.
Berkeputusan kali ini adalah keputusan yang saya pikirkan dengan matang dengan menghadirkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Saya telah memilih. Memilih apa yang harus saya dan kami tempuh. Menyakiti dan tersakiti. Membahagiakan dan dibahagiakan.
Saya terjepit pada 4 keadaan itu, percayalah.
Saya adalah si melankolis dalam bertindak, berpikir, dan berkata-kata. Kadang perasaan membutakan logika saya, sampai saya bertemu dengan orang yang membuat saya bisa menyeimbangkan antara perasaan dan logika (walau kadang ada perasaan masih mendominasi saya).
Setiap dari kita punya masa lalu, entah yang ia ingin kenang dan ia ingin lupakan. Tapi pada intinya adalah masa lalu itu akan mengikuti kemana kita melangkah. Kemanapun. Kecuali kamu amnesia, kamu tidak akan bisa lupa dengan label masa lalumu.

Saya menyayanginya, langsung saja tanpa embel-embel. Saya mengaguminya. Cukup. Bila lebih dari itu, namanya gombal.
Saya dan dia menyulam cerita dengan cara yang unik dan cenderung tak disengaja.
Saya yang sama sekali tidak pernah menyangka bahwa dia akan berpengaruh sedemikian besar dalam hidup saya sampai detik ini.
Cara dia mencintai saya, dengan kemarahan dan kemanjaannya, itu melengkapi sisi-sisi wanita saya sebagai mahluk yang ingin sesekali di atur dan dipercaya untuk memanjakan prianya.
Pernah merasakan dilema terbesar dalam hidup? Saya sering dan berkali-kali. Tapi tidak ada yang sampai membuat saya jatuh sakit seperti saat saya mencoba untuk realistis kepada hidup saya sendiri.
Sudah banyak pembahasan mengenai perbedaan. Dan saya tidak akan membahas itu, karena saya bukan pakarnya, sekalipun saya punya pandangan sendiri tentang hal yang satu itu.

Pada akhirnya saya menyerah dengan pertahanan saya. Bukan karena saya kalah. Tapi menyakitinya dalam keombang-ambingan adalah sebuah situasi yang buruk. Saya melangkah dengan restu. Dan "menyakiti" juga dengan restu.
Meyakinkan diri sendiri adalah hal tersulit dalam berkeputusan. Apakah suatu saat keputusan itu malah akan balik menjegal kaki saya lalu membuat saya jatuh berguling-guling? Tapi inilah hidup. Bahkan dalam keadaan termulus sekalipun, maut tetap mengintai.

Saya menyakiti 2 orang sekaligus. Dia dan diri saya sendiri. Kehadiran sosok baru belum bisa menyembuhkan saya 100 %. Apa yang dapat membuatmu tersenyum, teman? Saya menjawab, semua bermuara pada kebahagiaan orang-orang terdekat dalam hidup saya.
Mereka tidak memaksa, mengingat saya sudah pernah mengalami hal buruk dan mereka berpikir berkali-kali untuk melakukan tindakan itu lagi kepada saya.
Mereka tidak memaksa. Tidak sama sekali.
Saya dengan sadar memilih untuk menjalani sebuah ruang kosong yang di kemudian hari akan saya isi dengan cerita.
Alasannya? Biar saya saja yang menyimpannya.

Mereka berbeda jauh. Bukan hak saya untuk membandingkan, tapi saya harus jujur bahwa perbandingan itu akan terjadi sekalipun dengan tidak sengaja.
Tapi saya menerima perbedaan 2 karakter itu, tentu saja dengan alasan klasik, semua orang tidak sama.
Ruang hati itu luas.
Lalu tidak dengan sembarangan saya dapat berkata "Hatiku untukmu."
Saya simpan semua cerita itu di dasar hati saya yang tidak akan bisa terjamah orang lain. Hanya saya yang bisa. Dan hanya saya yang tau bagaimana saya menjaga cerita-cerita yang tidak ingin saya hapus.

Saya memilih untuk melangkah menjauh dengan sulaman cerita baru. Saya harap muara kali ini bisa berlaku seperti apa yang dia pesankan kepada saya. Tidak muluk. Memperlakukan saya sebagaimana mestinya.

Terima kasih....
Kamu mengerti bagaimana memaafkan saya.
Kamu paham bagaimana harus menyatakan kekecewaan kepada saya tanpa menyakiti saya dengan kata-katamu.
Kamu mau melepas saya dengan segenap doa yang saya aminkan dalam hati saya.
Kamu bisa tetap berdiri tegak, setidaknya untuk meyakinkan saya bahwa kita tetap baik-baik saja.....
Terima kasih.............