Jumat, 24 Desember 2010

Setelah Dua Minggu

Hari ini libur. Senang sekali saya. Setelah dua minggu memporsir tenaga. Sejauh ini saya masih menikmati apa yang saya jalani. Pertama, karena memang nggak mudah mencapai apa yang berhasil saya raih saat ini. Kedua, di belakang saya berdiri orang-orang hebat yang dengan tidak ragu membantu dan membagi ilmu plus pengalaman mereka.

Saya rasa memang ada saatnya dalam hidup, kita melepaskan hal-hal remeh temeh demi sebuah kepentingan, apalagi kalo kepentingan itu bersangkut paut untuk masa depan. Begitulah, teman.
Untuk apa yang saya jalani, saya juga harus mengorbankan kepentingan-kepentingan "kecil" saya. :)
Ini tantangan, pastinya.
Dukungan selalu ada. Keluarga saya, terutama. Kemudian perhatian dari "seseorang" dan keluarganya, semua membuat saya yakin kepada apa yang saya jalani.

Tunggulah masa depanku, kakiku siap menyambut hari-hari yang kau sodorkan :)
Semoga :)

Sabtu, 27 November 2010

Caraku, Cara Kita

Aku mencintaimu dengan kata-kata celaan. Aku menyayangimu dengan tawa mengejek. Aku menantimu dengan kalimat pengusir yang seratus delaan puluh derajat berbeda dari harapku. Aku mengkhawatirkanmu dengan kalimat ketidakpedulian yang mengharapkan jawaban dan cerita sepihak.
Dengan caraku, yang tidak sama. Dengan mauku, yang tidak seorangpun paham kecuali aku. Bahkan kamu.

Kamu menikmatinya, begitu juga aku. Aku buntu pada bahasa-bahasa manja. Mata kita sudah bicara, sehingga mulut kita tersaingi. Tapi tenang saja, ia tidak iri :)
Kita berbeda. Dengan mereka.. Dengan orang di sampingmu, dengan orang di sampingku.. Dengan hampir seluruh mereka. Tapi kita menikmatinya. Tepatnya, kamu membawaku untuk menikmatinya.

Kita berbeda. Kita menuju ke suatu tempat dengan mencoba jalur lain. Tanpa kompas, tentu saja. Tapi kita yakin, kita akan sampai, walaupun jaraknya semakin jauh, dan tidak biasa karena ketidaktahuan kita.
Karena kita memutuskan untuk berbeda.
Itu saja.

Selasa, 16 November 2010

Proses Itu.........................................

Saya mencoba melakukan sesuatu yang sama sekali tidak terlintas di benak saya sebelumnya. Dengan modal nekat dan cuek sesantai geboynya.
Pikiran saya waktu itu, kalo ini bukan rejeki saya, nggak akan Tuhan ngasi kelancaran sama apa yang saya lakukan. Tapi bertolak dari itu semua, saya tidak menemukan kesulitan berarti saat menjalaninya. Bahkan perjalanan saya sudah mencapai 3/4 untuk dikatakan "penuh". Ya, tiga per empat. Itu berarti 1/4 untuk menuju final, dan entah mengapa yang tadinya cuek bebek, sekaarang bertransformasi menjadi semangat. Ini juga pastinya karena dukungan orang-orang terdekat saya, terutama orang tua.

Nah, dalam proses yang sedang saya jalani ini, saya mendapat banyak pengalaman baru, dan teman baru tentunya. Ini yang menarik bagi saya, mengingat saya orang yang suka bergaul dan bertemu orang baru. Keterikatan dengan mereka bisa saya katakan lumayan kuat di awal perkenalan yang baru berjalan kurang lebih dua minggu -bahkan belum dua minggu- menjadikan saya makin semangat menjalani proses ini, dan tentu saja MENIKMATINYA. :)
Semua butuh perjuangan. Semua butuh pengorbanan. Saya menyadari saya masih punya tanggung jawab yang harus dengan baik saya lakukan sampai bulan februari, tapi saya juga menyadari -dan sudah merasakan- kesempatan sangat susah datang bagi orang-orang lamban di sini. Kesempatan yang datang dengan cara yang cukup mudah ini akan sia-sia bila saya saklek pada pemikiran yang terlalu konservatif.

Jadi dengan segenap keyakinan saya, restu orang tua saya, dan tentu saja restu Pelangi kecil saya, saya memastikan diri untuk melangkah sebelum dinyatakan kalah.

Wish me luck, Guys :)


Rabu, 03 November 2010

Beranda Bercerita di Tengah Malam Buta (Cerpen II, tanpa judul-karena tidak perlu judul)

Kaki kita terus melangkah. Berjarak, lalu semakin jauh. Apa masih ada kata yang belum sempat kau sampaikan, Dewiku, sebelum kita benar-benar melangkah ke arah yang berlawanan.
Lalu desah nafas kita menjadi saksi. Jantungku seakan hendak melompat dari mulutku, dan memperlihatkan torehan namamu di permukaannya. Masih basah oleh darah.
Apa perlu lagi ragu itu, Dewiku?
Jangan, Dewi.
Setitik ragu yang kemudian terbit berarti memperuncing mata pisau yang menghunjam nadiku. Sakit.
Sudah, Dewiku? Mari kita lepaskan pagutan bibir kita. Urai perlahan jemari kita yang masih bertaut.
Sudah, ya.
Tidak ada alasan lagi sekarang. Ayo kita teruskan langkah kita, dengan punggung yang bertemu punggung. Pastikan jangan lagi kepalamu menoleh, Dewi. Karena yang kau akan temui hanya punggungku yang semakin menjauh.



** Denpasar, di beranda rumah kontrakan, dengan malam yang semakin menyayat minta dikasihani. Untuk sebuah masa lalu yang dibingkai rapi di sudut hati. Terimakasih Enya untuk backsound-nya selama menulis.

Rabu, 27 Oktober 2010

Baby.. Baby.. Come to Mama, Love!

Huuuuuuffffff...... <== ini maksudnya menghembuskan nafas.
Ehhhh jadi, tuh, ya, kemaren itu spesial bangeeet buat sayaaa..
Untuk yang kedua kalinya saya lihat dengan mata kepala sendiri bayi yang bener-bener merah, baru mbrojol.

Anak sepupu saya, sih. Anak kedua ini. Lahir dengan operasi.
Sampe saya dateng, bayinya masih di ruang bayi.
Saya cuma bisa ngeliat dari luar.
 

Adudududududuuuuuuhhhh.... ngerti nggak, sih, kalian.. Gregetan abiiiiisss, tauuu, liat jejeran bayi yang tidur tenang dengan pipi merah, matanya terpejam. Ngebayangin dia hidup di rahim ibunya, ikut makan makanan ibunya, beraktivitas seiring detak jantung ibunya. Great!! Saya terharuuuuu luar biasa.. ikut ngerasain senengnya para ibu yang ngelahirin hari itu (kemaren, tanggal 26 Oktober 2010).
Duh, semangat amat, sih, sayanya. Tapi beneran deeeeeeh....
Yaaa pada dasarnya sih saya emang pecinta anak kecil. Tapi beda aja rasanya ngeliat bayi yang bener-bener baru berapa jam ngirup udara dunia.
Hiiiihhh..cubit..cubiiiiiiiit.....

Ponakan saya di rumah udah dua deeeeeh.. Seneng..
Semoga secepatnya Tuhan memercayai saya untuk menjadi ........ Ibu :)

Senin, 25 Oktober 2010

Hi, I'm Your Bestfriend's Girlfriend

Semua berjalan seperti biasa, sampai bidadarimu memberi dinding tebal di tengah kita.....

Ya. Sampai dia menemukan bidadarinya.
Semua memang baik-baik saja. Kami berteman, lalu bersahabat, lalu berbagi cerita yang tidak seharusnya, lalu memilih jalan masing-masing karena tidak rela mengotori sebuah sulaman cantik yang durajut dengan sederhana, yang kami beri nama : PERSAHABATAN
Toh, kami mampu juga menjalani ikatan persahabatan yang benar-benar bersahabat.
"Mawar yang masih kusimpan, Sahabat....."
Kami membagi cinta dengan orang-orang yang kami cintai. Sesekali diselingi derai tawa di telepon seluler dan komen-komen bodoh di jejaring sosial.
Sampai pada akhirnya, intensitas itu berkurang dengan tidak wajar. Saya mencium aroma yang beda.
Berbagai cara saya lakukan untuk mencari tahu.
Dan jawabannya klasik.  Kecemburuan.
Cemburu pada sahabat pacarmu. Apa karena kami berbeda gender? Apa persahabatan antara pria dan wanita harus berujung tragis dengan titik-titik cemburu pacar-pacar kami?

Lalu saya temukan lagi kenyataan. Untuk yang kedua kalinya, Sahabat, bidadarimu memuaskan egonya dengan melenyapkan saya dari sisi kehidupan jejaring sosialnya.
Saya ingin marah. Tapi saya kemudian tertawa, karena bukan cara yang bijak.
Saya kehilangan. Sungguh.
Ini lebih buruk daripada dimusuhi mantan pacar.

The Pictures


Lucu aja liat-liat foto lama ini. Ya, ada beberapa foto baru yang iseng jadi bahan percobaan edit-mengedit. Just enjoy the show, kata Lenka.







<== Hm, nggak komen deh sama foto ini.













Saya ingat banget ada yang suka sama mata saya, sampe dia nge-crop foto saya di bagian mata. Miss him.


Nggak tau kenapa, i love this pict. O ya, this is someone i called "Langit"


Tapiiiiiiiiii..... tetep ini doooooonnnnnnkkk idolanya akuuuu... Ini terinspirasi dari pose junior saya jaman kuliah S1, tentunya dengan modifikasi. Wahooooooooo....

Yang jelas, ini gaya pas jalan sepi sesepi-sepinya

Minggu, 24 Oktober 2010

Percakapan dengan Langit, Intermezo Sebelum Terlelap

Bali dingin malam ini. Saya menggigil.

Apakah tidak sebaiknya kita kembalikan semuanya seperti semula, Langit? Saya kadang lelah.
Kamu tau lelah kenapa? Kelak akan saya beri tahu, Langit...


Sabtu, 23 Oktober 2010

Only Time

Who can say where the road goes
Where the day flows
Only time... 


And who can say if your love grows
As your heart chose
Only time...

Who can say why your heart sighs
As your love flies
Only time...

And who can say why your heart cries
When your love lies
Only time...

Who can say when the roads meet
That they might be
In your heart...

And who can say when the day sleeps
If the night keeps all your heart
...night keeps all your heart...


Pict by me

"Hanya masalah waktu. Tenanglah......"





Jumat, 22 Oktober 2010

Suara Kepada Langit : Bukan Puisi

Di suatu malam, saya pernah berkata padamu, kita punya tujuan, Langit..

Tujuan yang saat itu kamu utarakan kepada saya untuk dicapai bersama-sama.

Sederhana : Jaga saya. Karena setegar apapun bongkahan hati di dalam sana, saya tetap akan berpulang padamu.

Genggam tangan saya. Karena sekuat apapun kaki saya melangkah, saya tetap akan butuh helaanmu saat jatuh dan tersungkur.
"Yakinkan saya, Langit, bahwa kita pantas berjalan beriring.."

Kamis, 21 Oktober 2010

Judulnya Adalah Judul

Ini Kamis.
Semua juga tau.
Lalu kenapa? Saya hanya merasa malam ini saya harus menulis di luar kenyataan saya sudah lama mengosongkan blog saya.
Jujur saja, saya menulis hari ini, malam ini, karena membaca sebuah blog dari............. hm, oke, pria yang saya kagumi.

Saya bukan latah karena membaca blog lalu menulis.
Saya hanya merasa butuh tempat untuk menjawab semua yang saya rasa dan saya alami disini. Di ruang tak terbatas dan bebas untuk diperlakukan seperti apa.
Saya sadar ini media publik. Tapi persetan lah, kenikmatan menulis dan orgasme bersama kata-kata adalah yang terpenting buat saya. See?

Jadi, saya telah berani berkeputusan.
Berkeputusan kali ini adalah keputusan yang saya pikirkan dengan matang dengan menghadirkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Saya telah memilih. Memilih apa yang harus saya dan kami tempuh. Menyakiti dan tersakiti. Membahagiakan dan dibahagiakan.
Saya terjepit pada 4 keadaan itu, percayalah.
Saya adalah si melankolis dalam bertindak, berpikir, dan berkata-kata. Kadang perasaan membutakan logika saya, sampai saya bertemu dengan orang yang membuat saya bisa menyeimbangkan antara perasaan dan logika (walau kadang ada perasaan masih mendominasi saya).
Setiap dari kita punya masa lalu, entah yang ia ingin kenang dan ia ingin lupakan. Tapi pada intinya adalah masa lalu itu akan mengikuti kemana kita melangkah. Kemanapun. Kecuali kamu amnesia, kamu tidak akan bisa lupa dengan label masa lalumu.

Saya menyayanginya, langsung saja tanpa embel-embel. Saya mengaguminya. Cukup. Bila lebih dari itu, namanya gombal.
Saya dan dia menyulam cerita dengan cara yang unik dan cenderung tak disengaja.
Saya yang sama sekali tidak pernah menyangka bahwa dia akan berpengaruh sedemikian besar dalam hidup saya sampai detik ini.
Cara dia mencintai saya, dengan kemarahan dan kemanjaannya, itu melengkapi sisi-sisi wanita saya sebagai mahluk yang ingin sesekali di atur dan dipercaya untuk memanjakan prianya.
Pernah merasakan dilema terbesar dalam hidup? Saya sering dan berkali-kali. Tapi tidak ada yang sampai membuat saya jatuh sakit seperti saat saya mencoba untuk realistis kepada hidup saya sendiri.
Sudah banyak pembahasan mengenai perbedaan. Dan saya tidak akan membahas itu, karena saya bukan pakarnya, sekalipun saya punya pandangan sendiri tentang hal yang satu itu.

Pada akhirnya saya menyerah dengan pertahanan saya. Bukan karena saya kalah. Tapi menyakitinya dalam keombang-ambingan adalah sebuah situasi yang buruk. Saya melangkah dengan restu. Dan "menyakiti" juga dengan restu.
Meyakinkan diri sendiri adalah hal tersulit dalam berkeputusan. Apakah suatu saat keputusan itu malah akan balik menjegal kaki saya lalu membuat saya jatuh berguling-guling? Tapi inilah hidup. Bahkan dalam keadaan termulus sekalipun, maut tetap mengintai.

Saya menyakiti 2 orang sekaligus. Dia dan diri saya sendiri. Kehadiran sosok baru belum bisa menyembuhkan saya 100 %. Apa yang dapat membuatmu tersenyum, teman? Saya menjawab, semua bermuara pada kebahagiaan orang-orang terdekat dalam hidup saya.
Mereka tidak memaksa, mengingat saya sudah pernah mengalami hal buruk dan mereka berpikir berkali-kali untuk melakukan tindakan itu lagi kepada saya.
Mereka tidak memaksa. Tidak sama sekali.
Saya dengan sadar memilih untuk menjalani sebuah ruang kosong yang di kemudian hari akan saya isi dengan cerita.
Alasannya? Biar saya saja yang menyimpannya.

Mereka berbeda jauh. Bukan hak saya untuk membandingkan, tapi saya harus jujur bahwa perbandingan itu akan terjadi sekalipun dengan tidak sengaja.
Tapi saya menerima perbedaan 2 karakter itu, tentu saja dengan alasan klasik, semua orang tidak sama.
Ruang hati itu luas.
Lalu tidak dengan sembarangan saya dapat berkata "Hatiku untukmu."
Saya simpan semua cerita itu di dasar hati saya yang tidak akan bisa terjamah orang lain. Hanya saya yang bisa. Dan hanya saya yang tau bagaimana saya menjaga cerita-cerita yang tidak ingin saya hapus.

Saya memilih untuk melangkah menjauh dengan sulaman cerita baru. Saya harap muara kali ini bisa berlaku seperti apa yang dia pesankan kepada saya. Tidak muluk. Memperlakukan saya sebagaimana mestinya.

Terima kasih....
Kamu mengerti bagaimana memaafkan saya.
Kamu paham bagaimana harus menyatakan kekecewaan kepada saya tanpa menyakiti saya dengan kata-katamu.
Kamu mau melepas saya dengan segenap doa yang saya aminkan dalam hati saya.
Kamu bisa tetap berdiri tegak, setidaknya untuk meyakinkan saya bahwa kita tetap baik-baik saja.....
Terima kasih.............

Rabu, 21 Juli 2010

Hanya Sekilas dalam Selintas

Baru sempet nulis lagiiiii setelah sekian lamaaaa...
Hu ye!
Biasalah saya kan demen banget sok sibuk dan sok penting supaya tetap eksis. -.-"
Ah, jadi ceritanya itu saya dapet tugas dan agak-agak kelimpungan gitu deh akhir-akhir ini. Para dosen mantap sekalee membina mental mahasiswa.

Lagi nggak punya topik khusus untuk dibagi ato dibahas sih. Kerja sih fine-fine aja, walo beberapa hari yang lalu sempet dapat "kejutan" dikit dari direktur. Kuliah -yeah- begitu-begitu saja. Berusaha menjalani dengan senyum walau kenyataan yang paling riil adalah menjalani dengan tenaga yang tersisa di malam hari.
Betul kan? Saya hobi sok sibuk. Kehidupan pribadi juga sama. Indeksnya konstan, nggak fluktuatif kayak beberapa bulan lalu.

Ngaben juga udah kelar, udah ada tenang yang menyusup seiring iklas yang terus saya usahakan.
Tau nggak sih, sekarang ini bawaannya ngitung ari melulu. Haha..
Ngitung kapan kelar kuliah. Oke, jawabannya 8 bulan lagi. Waw, tergolong cukup panjang.
Sementara rencana-rencana berfondasikan mimpi sudah saya siapin sejak kapan hari.
Wooow. mantap? Ah, saya memang tipe si penyusun rencana.

Kalo masalah kerjaan, harus saya akui, saya masih kepikiran untuk nyari tempat yang lebih memberi saya kesempatan berkembang tanpa penekanan berarti, baik dari segi birokrasi ataupun dari interaksi individu.
Asik-asik, kok, anaknya. Dan, jujur, saya betah sekali ngalor ngidul atau tuker pikiran sama mereka. Tapi ada suasana yang kurang ngeklik aja untuk saya dan nggak perlu dijabarin disini, mempertimbangkan nama baik orang :) *berjiwa mulia sekali, ya, kesannya :D

Nah, masalahnya sekarang adalah belakangan saya sadar saya punya kemampuan yang buruk untuk mengimbangi antara ngerjain tugas, kerja, dan kehidupan sosial. Eh, terus terang, deh, dulunya saya nganggep remeh mereka yang kuliah sambil kerja, lho. Tapi sekarang, saya salut sama mereka, terutama yang punya manajemen waktu yang baik.
Asli, deh, jam tidur jadi berantakan bangeet.. Nggak ada deh cerita tidur jam 9 ato 10 malem. Menjelang besok pagi baru saya dapet kesempatan mengistirahatkan mata. Bukan mengistirahatkan ah, -menimbang jam 6 saya udah harus siap-siap kalo nggak telat- lebih tepatnya mem-pause.
Weeew...
Kehidupan sosial?? Berjalan normal sebenernya. Cuma gimana, ya, nggak ada kesempatan aja untuk hura-hura memanjakan diri kayak orang lain. Lingkup pergaulan saya sementara ini hanya berkisar di lingkungan kampus, kantor, dan sedikit orang-orang yang saya temui dengan tidak sengaja. Rencana saya untuk bisnis sama salah satu temen di Pontianak pun hancur berantakan karena keterbatasan waktu saya.
Dan kata ibu saya, rumah malah keliatan kayak tempat numpang tidur, mandi, sama makan aja. Malah saya lebih sering menikmati makanan di luar.

Apapun itu, pasti ada hikmahnya semua ini. Semua capek-capek saya sekarang, saya yakin ada harga balasan yang lebih mahal dari ini. Yang saya butuhkan sekarang hanya dukungan dari orang-orang terdekat. Yang saya perlukan kesabaran yang tidak berbatas untuk ngejaga supaya pikiran positif tetap hinggap di otak saya.
Hmm, boleh aja, kan, kalo berharap? :)

Rabu, 05 Mei 2010

Sedikit Cerita Sebelum Pergi

Waaah...setelah sekian lama nggak bercoret-coret ria di blog karna keterbatasan koneksi (begini nasib mereka yang menggantungkan kebutuhan online pada benda bernama modem), akhirnya hari ini situs blog saya bersahabat dengan jaringan yang kayak kurva, naik-turun.

Banyak hal yang terlewatkan untuk dirangkai didalam blog ini.
Ada sebulan lebih deh nggak nyentuh blog. Waaaaw....berasa ada yang gatel-gatel gitu ya sebulan nggak nulis.
Apa yang berubah?
Rambut saya mulai panjang, tubuh saya agak mengurus, dan yang paling drastis adalah tempat saya hidup juga berubah.
Hari ke-enam di bulan April kemarin adalah hari saya menjejakkan kaki di kampung halaman, Bali. Bukan hal yang mudah ngelangkahin kaki menuju bandara. Itu bukan sekedar ngelangkahin kaki kamu, lalu kamu tertidur di pesawat. Pikiran saya lalu dipenuhi oleh wajah-wajah yang saya tinggalkan..
Para sahabat... dan orang yang saya harapkan suatu hari bisa mendampingi saya.

Jadi malem itu (5 April 2010) terakhir kalinya aku barengan sama mereka. Rencananya sih cuma anak cewek aja yang nginep. Nggak taunya, karena keasikan maen truth or dare (seru abis gilak, semua aib kebuka tanpa saringan), akhirnya liat jam udah dini hari dan anak-anak cowok akhirnya batal pulang. Jadilah mereka bergelampangan di ruang tamu layaknya pengungsi.

Saya berusaha untuk tertawa karena memang saat itu keadaan mengharuskan tertawa. Tanpa mereka sadari, saya menghitung setiap jam yang sebentar lagi akan habis. Tanpa mereka sadari juga, saya menatap mereka satu-persatu dengan lekat, kadang sambil mengingat pengalaman terburuk dan termanis yang saya rasakan bersama mereka 3 taun belakangan.
Sampai ke sesi curhat-curhatan. Saya paling benci sesi ini karena saya tau saya tidak akan berhasil untuk tidak menangis. Saya kehabisan kata-kata. Semua rasanya mengaduk-aduk rongga dada. Sumpek. Antara melanjutkan kata-kata dan meneruskan air mata yang bergulir.
Semua kesan dan pesan saya dari mereka saya cermati baik-baik, sambil bersyukur dalam hati betapa Tuhan begitu baiknya memberi saya sejumlah pasukan untuk berjuang bersama, membagi tawa dan tangis bersama, menjadi anak baik dan nakal bersama-sama.

Ternyata menahan tangis itu sangat sakit, kawan....

Malam itu saya tidur dengan pikiran yang setengah masih di alam nyata.

Bandara lalu menjadi tempat melepaskan jabat tangan dan peluk erat. Lagi-lagi (saya aslinya cengeng, lho!) saya benci karena saya selalu gagal menahan air mata.
Pelukan-pelukan dan tepukan bahu yang membesarkan hati saya.Akhirnya genggaman dan pelukan itu harus terlepas.
Sebuah kado manis bersampul ungu dan pita ungu (adududuuuh..sampe sekarang nggak saya buang itu bungkusan sama pita..ungu siiiiih...ahhahahahaha..) dan ini isinya :

Di bis yang mengangkut penumpang ke pesawat henpon saya berdering. Satu lagi yang sangat berat saya tinggalkan. Yaitu kepada siapa saya menautkan hati.
Sejujurnya saya adalah si sok tegar. Pantang buat saya nunjukkin air mata di depan dia. Sampe terakhir ketemu saya masih bisa nahan untuk nggak nangis. Saya nggak mau dia liat air mata saya. Gitu juga saya, saya yakin pasti saya nggak akan liat air mata dia. Saya yakin kok kita bakal ketemu lagi.

Dan pesawat pagi itu menerbangkan saya..
Jauh..
Menjauhi mereka..
Menjauhi apa yang saya cinta..

Minggu, 21 Maret 2010

Bila Harga Tiket Pesawat Sama Dengan Semangkok Mi Ayam Joko

Nggak terasa ya udah di ujung Maret.
Kerjaan nambah lagi ni tiap hari : ngitungin hari, ngelirik kalender.
Bodoh? Iya, memang.

Nggak perlu menghibur dirilah ya menganggap kepergian itu sesuatu yang harus dinikmati.
Meninggalkan lingkungan kamu yang udah nemenin kamu selama 21,5 tahun.. Itu kalo manusia udah masuk golongan dewasa..
Ninggalin sahabat kamu... Orang yang kamu sayang..
Satu-satunya yang bisa dinikmati ya kebersamaan sama mereka. Tapi dibalik kegiatan nikmat menikmati itu, ada satu rasa yang nyelip di rongga dada kamu. Hampa.
Susah juga ya mau jelasinnya. Abstrak! Nggak muda dilukiskan.

Pikiranku kadang menjelajah. Disini aku punya orang-orang yang luar biasa.. Para sahabat dan penghuni hati *_*
Menurut pengalaman siiih.... udah uzur begini (21 taun itu tua, lho! :p) rada susah dapet temen yang bener-bener deket. Deket dalam artian yang bisa denger dan liat kamu dalam keadaan waras maupun gila.
Kalo masalah penghuni hati nggak usah dibahas lah yaa..nyebrang samudra sekalipun kalo udah dia yang bercokol ya dia aja adanya.. hihihi..

Dan satu kebiasaan lagi sekarang : kemana-mana bawa kamera..Aku jadi ngerasa semua momen adalah penting! Sekalipun momen nggak penting yang juga dilewatin dengan orang-orang nggak penting :p . Jadilah kamera itu menjadi pengikut saya yang PALING setia. Pagi siang malam subuh. *Lebay!

Yeah, saat kamu sadar ada sesuatu yang bakal menjauh dari jangkauan kamu, kamu ngerasa semuanya adalah salah untuk dilewatkan begitu saja. Gitu juga aku..
Gampang aja buat kamu ngomong "Maen lah ke Bali..."
tapi harus diakui itu juga terkesan basa basi..
Soalnya pada kenyataannya, maen ke Bali nggak cuma nguras sepuluh duapuluh ribu dari dompetmu (kecuali ada kebijakan baru : harga tiket pesawat bisa sebanding dengan semangkok mi rebus ayam jamurnya si Joko -Joko itu penjualnya). 10 kali lipat mungkin. Belum termasuk 'kewajiban' belanja di sana.
Jadi aku sebenernya cuma kayak ngarap aja bisa nemuin sahabat-sahabat aku atau penghuni hati aku itu terdampar di sana. Sekalipun gitu, yang namanya berharap sah-sah aja kan?
Jadi aku tetep melihara harapan itu ^_^, sekecil apapun...

Rabu, 24 Februari 2010

Namanya Pia

Lucu juga kalo inget punya masa kecil yang agak-agak aneh. Nggak aneh siii.. cuma namanya aja mengenang. Kadang saat kita mengenang sesuatu itu, kita suka ngerasa "bego banget dulu ya aku."

Masa kecil saya sih biasa-biasa aja. Saya bukan putri konglomerat. Saya bukan anak pejabat. Saya anak pegawai biasa sebuah BUMN di Pontianak. Saya anak seorang mantan mahasiswa yang di Drop Out sama kampusnya karena ngikutin diklat prajabatan untuk menghidupi saya dan ibu saya -waktu itu saya masih berstatus anak tunggal-

Dulu waktu cilik, postur tubuh saya termasuk super di antara anak-anak cewek seumuran saya. Tinggi, bongsor, gendut! Cocoklah kalo berniat dijadiin tukang palak junior. Rambut di set pendek (sayang fotonya entah pada kemana), suka pake kaus kutung sama celana pendek. Main sama anak laki-laki (anak perempuan dikit banget di komplek saya). Suara gedeee banget (sampe sekarang suka menggelegar volumenya). Begonya, saya suka cari gara-gara. Hehehe..

Jadi waktu itu sebenernya sih nggak ada apa-apa.. Saya lagi asik maen sepeda sama temen-temen cewek saya, keliling komplek. Kebetulan komplek ini perumahan pegawai BUMN tempat ayah saya mendulang nafkah. Waktu jaman dulu itu, masih agak jarang pegawai yang nempatin rumah disitu. Jadi temen juga belum banyak-banyak amat. Sore itu kita-kita mutusin nyoba jalur yang belom pernah kita lewatin, jalur belakang komplek (didalam komplek itu masih ada nama-nama jalan).

Akhirnya kita bertiga, saya dan 2 orang kawan cewek saya, mutusin untuk ngiter-ngiter sampe ke jalur belakang, ngelewatin rumah orang-orang yang nggak kita kenal. Parahnya, belakang komplek ini total hutan! Wah, betapa beraninya kami bertiga, sobat! :D
Saya agak sedikit kaget waktu itu ngeliat seorang anak cewek kurang lebih saya. Putih, mungil, lucu, sedang bermain-main dengan bunga-bungan di halamannya. Pikiran saya waktu itu, ada ya ternyata anak cewek di jalur belakang. Lucu pulak..
Nggak tau kenapa -sampe sekarang saya masih heran dengan kejadian ini-, tiba-tiba saya memacu sepeda saya kencang-kencang, tanpa rem. Anak itu di penglihatan saya masih asik metik-metik bunga di halamannya yang nggak berpagar, dan sekarang dia sedang melangkah keluar halaman, agak ke jalan tempat kita bertiga bakal melintas.
Lalu.... BRAAAAKKKKK!!!!!
Hey, kalian tau, dengan senang hati saya nabrak anak cewek itu.Tanpa rasa bersalah!! Hahahahahahahhaha...
Anak itu nggak jatoh. Cuma sempat limbung dan dia ngejerit keras banget! Saya ketakutan, dong, kalo-kalo orangtuanya denger dan keluar rumah. Jadi saya langsung mengkomando 2 orang teman saya yang masih terpana dengan kejadian tadi untuk segera kabur, mengayuh dengan kecepatan super. Sepanjang jalan, saya tertawa puas!
Temen saya yang dua orang itu masih ribut, kenapa bisa-bisanya saya nabrak anak cewek tadi.

Simpel. Saya ngerasa nggak suka aja ada pendatang baru waktu itu. Hahaha..alasan yang sangat non logis ditinjau dengan teori psikologi manapun!
Saya ngerasa nggak suka sama anak itu sejak pandangan pertama. Tanpa alasan. :D
Ya, tanpa alasan, saudara!!
Akhirnya, bisa ditebak, kita musuhan. Saya dan anak cewek itu, yang belakangan saya ketahui, namanya Pia. Yaaa..panggilannya gitu..nama lengkapnya saya lupa (yang jelas udah jadi temen fesbuk saya sekarang :D)
Oke..musuhan. Saya baru berani melintas kesana lagi setelah dua minggu sejak kejadian itu. Kurang lebih. Waktu melintas di situ untuk yang kedua kalinya, memang apes! Ada bapaknya!
Tanpa basa basi, lagi-lagi saya pacu sepeda saya sekuat tenaga.
Lalu saya dengar teriakan melengking dari si Pia, "Abaaaaaahhhh, ituuuuu orang yang nabrak Pia duluuuuu...."
Saya sempat ngelirik sekilas ke bapaknya dan pasang muka bodoh khas anak kecil. Hahahahahha...Entah gimana waktu itu pikiran bapaknya. Nggak peduli lah saya.
Sejak itu ada gap yang terjadi antara anak jalur belakang, yaitu Pia dan kakaknya, Sari (kelak si Sari ini jadi temen satu sekolahku pas esema), dan beberapa konco-konco mereka, si Ucok sama Butet -yaaaa, panggil aja gitu, emang gitu panggilan mereka sampe sekarang-! dan anak jalur depan yaituuuu........ saya sendiri!!!!

Musuhan bodoh ini baru berakhir waktu saya nginjek kelas 5 esde (waktu itu rasanya saya ngerasa udah gede gitu, udah dewasa gitu. :D). Saya lupa tepatnya kita musuhan sejak kapan. Yang saya inget jaman itu saya masih pake sepeda Edison warna coklat, kecil. Sekitaran kelas 1 atau 2 esde kali, ya. Nggak terlalu inget.
Musuhan itu berakhir waktu ada lomba 17-an di komplek, dan salah satu anak jalur belakang ada yang jualan es gitu.. Saya beli gitu ceritanya.. Trus kita ngobrol-ngobrol saling ngelempar cerita-cerita boong.. Hahahhaahhaa.. Akhirnya Pia, Ucok, Butet, Sari juga ikutan baikan sama saya.
Nggak lama mereka emang pindah sih..
Dan ketemu lagi pas aku masuk esema. Ketemu Sari, kakaknya Pia. Untung aja pas ketemu itu, nggak ada satupun dari kita yang ngangkat topik itu.

Sampe sekarang kalo nginget-nginget tingkah edan saya waktu kecil, saya suka heran sendiri. Bisa, ya, senakal itu saya waktu kecil. Sejahat itu saya sama orang nggak dikenal. Hihhihihihihihihi...

Yah, gimanapun juga, maaf yaaa Pia.. :)

Ada Singkatan Dengan 2 Huruf Di Hari Itu.....

Satu lagi kewajiban aku udah selesai aku jalanin. Sarjana. Iya, akhirnya tanggal 18 Februari lalu dengan waktu sidang yang luar biasa -3 jam!-aku berhasil keluar ruangan dengan keringat bercucuran, tangan dingin, rambut sedikit awut-awutan, dan sebuah kertas berukuran sedang yang bertuliskan :
"LULUS   B"
Jreng jreng!!

Sejujurnya sih aku ngarepin nilai yang lebih baik dari itu (dooh, bilang aja pengen A!).
Secaraaa.. 6 sks, cing! Cukup signifikan kan utk ngedongkrak IPK..
Tapi apapun itu, aku udah berusaha keras.. udah berusaha fokus untuk saat itu.. dan apa yang aku dapat wajib aku syukuri. Wajib aku terima.
Semata-mata untuk orang tua aku.. Untuk Pelangiku..

Sebenernya sih aku orang yang berpikir realistis aja. Tapi kalo boleh jujur, aku ngerasa beda aja gitu waktu aku "ijin" sama Pelangiku sebelum berangkat dari rumah.. Diem-diem ke kamarnya..ngambil satu bajunya.. Terus aku liatin lamaaaa banget.. Nggak bisa ngomong apa-apa sih, airmata aja.. Tapi aku tau lah, dia ngerti apa yang aku mau..
Gimana, ya.. Ada hal-hal yang kadang nggak bisa kita pikirin dan jelasin secara logis. Lebih ke emosi aja, gitu.. dan yang namanya emosi kan abstrak kan, cuy..butuh bukan kata-kata biasa untuk merangkai kalimat dan membuat orang paham akan perasaanmu.

Sampe akhirnya aku sampe dan ada temen-temenku sama junior-juniorku nungguin di sana -di ruang sidang- sambil bantu-bantuin aku nyusun konsumsi sampe nemenin ngobrol.
Lalu satu lagi, orang tuaku dateng. Gotcha! Keringat dingin makin bertumpah ruah.Bukan! Bukan aku nggak bolehin mereka dateng. Cuma... heloooow, makinlah itu beban menumpuk di pundakku. Yeah, nggak boleh mengecewakan to hasilnya?
Tiga jam sidang dengan berbagai karakter dosen penguji itu pun melepasku. Oke, satu yang harus aku akui. Aku rada sensitif. Emosiku gampang tersentuh (preeet!!).
Selama di dalam ruang bedah itu, aseli, nge-blank akunya. Pemahaman aku sama akuntansi emang nggak sehebat temen-temenku yang lain (jangan tanya kenapa karena pada akhirnya kalo diceritain bakal jadi novel!). Pas keluar ruangan sebentar karena dosen lagi ngeerundingin keputusan, aku.... tes..tes..tes..bukan mo karoke.. Tapi nangis.. T_T.. aaaaah, dodol!! Ketakutan setengah mati akuuu..sampe nggak lulus.. waw, gimana perasaan Bapakku, Mamahku?? Ck ck ck...
Iya.. Apa daya, suka nggak suka harus aku jalanin to?
Toh aku bisa buktiin aku lulus juga.. dengan nilai yang setidaknya bisa buat orang tua bangga.

Hari itu, akhirnya, tanggal 18 Februari jam 14.25, aku resmi menjadiiii...............






"PENGANGGURAN"
    (Tet terereeeeeeet....)

Senin, 08 Februari 2010

Link-link

http://warungkomik.blogspot.com/2010/02/komik-detective-conan-bahasa-indonesia.html =>ini lagi aku baca..

http://www.mangakita.com/search?q=detektif+conan (lagi2 ttg conan..haha..)

http://bacamanga.web.id/Detective_Conan/591/3 (yeaaah, hidup conan!! hha )

Yuk, biasain membaca. (komik ato novel, asal judulnya : BACA) :D

Kamis, 28 Januari 2010

Pagi Dingin Sekali

Paginya dingin sekali..
Buka laptop..
Online..
Euh, mata rada berat ini sebenernya..
Jam berapa ya tidur tadi malem??
Jam 1 ada kali ya..
Kebangun pas ada sms masuk..jam setengah 3an..
Ga bisa tidur lagi..
Nggolek-nggolek kayak wayang golek aja sampe setengah enam-an..


Pikirannya lagi penuh..
Bangun dari tempat tidur kayak ditimpuk batako..
Ya ya ya..saya ini tipe pemikir.
Selalu memikirkan apa yang jadi ganjelan.


Ah, cuci muka gosok gigi, buat omelet..
Dimakan..Enek..
Tumben nggak abis..
Maksa-maksain abis..mau muntah pula!


Euh. Nikmati saja perasaan ini.
Dingin. Menusuk.
Mencekam.
Perang dengan diri sendiri sungguh bukan hal yang mengenakkan.
Saya mengunci mulut pagi ini.
Tidak bertegur sapa dengan siapapun.
Lalu saya mengunci diri di kamar.
Bercinta dengan tulisan saya, media yang paling membuat saya nyaman untuk menjerit, tertawa, dan bicara.

Jam 7.36..
Mau mandi..
Belum, saya belum mencapai klimaks dengan tulisan saya.
Saya masih betah.
Saya tidak mau diganggu oleh apapun dan siapapun.

Selasa, 26 Januari 2010

Apa??? Skripsi??? Oh..Oke....

Euh! efek not delicious body tadi malem masih berasa.
Udah keringetan si..
Tapi beratnya bangun dari tempat tidur itu lho..
*yeah, it is called "malas", right??

Lalu mata ini mengarah pada kalender DJARUM di depan mata.
Hu ye, tanggal 26!
Hmmm.....i feel that my days run faster than usual..
Iya, iya, oke,ini semua gara-gara lembar-lembar penentu gelar.
Beberapa hari ini aku nginjek pedal gas dalem2 untuk ngerjain barang itu.
Tanpa menginjak kopling atau mengoper persneling.
ASELI.

I think im too hard on my self untuk yang satu ini.
Agak maksain diri gitu. Begitulah kira-kira. Karena sebenarnya aku adalah tipe orang yang menyusun hidupnya dengan segudang tahapan rencana yang terorganisir. Aku bukan si spontan. Ya.
Termasuk pemenuhan target untuk segera memakai toga dan rencana-rencana yang menyusul dibelakangnya. Otomatis, satu rencana nggak terpenuhi atau mundur, rencana lain ikut-ikutan kegusur.

Kadang capek sih.. Bosan.. dan yang paling sering itu.. malas, karena -jujur aja nih- ada hal-hal lain yang lebih menarik daripada mengerjakan skripsi.
But that's not an excuse lah untuk berleha-leha atau ongkang-ongkang kaki kayak di warung kopi.

Besok rabu si Oktavianus, temenku yang menyerupai Syaiful Jamil si Mantan Suami Dewi Persik, dan 6 temen cewek lainnya bakal sidang. Hahahahahaha...
Hu ye!! Duluan aku yang seminar padahal. Secara materi si skripsi aku nggak seberat mereka.Mungkin sebenernya aku bisa aja ngegondol "Sarjana Ekonomi" bulan ini juga.
Tapiiii..talk is easy, guysssss.... real life-nya.............. heuh!
Sering kok aku maksain ngerjain benda terhormat itu di kala bete, di kala sedih dan lelah. Ceritanya mau ngebuktiin, pikiran aku bisa tetep fokus sama hal penting.
Hoo..lagi-lagilah aku harus mengakui kata-kata Miss Nelly Lorensia Samosir, dosen pembimbingku : "kalo ngerjain skripsi itu mesti tenang, cuinta...nggak boleh stress-stressan..nggak bakal jalan ituuuu..."
Iya..percuma. Nothing. Nihil. Tiada hasil. Karena toh baris-baris skripsiku nggak bertambah jumlahnya (itu beberapa waktu lalu! Sekarang, untungnya, sudah hampir menggapai garis finish. Setidaknya beberapa meter lagi.. :D).

Lebih dari itu, sebenarnya aku ngebet nyelesaiin skripsi ini karena nggak lain dan nggak bukan........ untuk Pelangiku.. dia nggak sempat liat mbaknya pake toga.. Itu pukulan banget buat aku..banget!! Karna sebenernya yang aku harapin aku foto wisuda dengan orangtua dan Pelangiku..-juga pacar :) -
Bisa dibilang, dia semangat terbesar aku untuk ngelaluin semua-semua ini..Pelangi kebanggaanku.

Well..apapun itu..ini adalah sebuah kewajiban..ini sebuah keharusan..

and I'm keeping my promise..yeah, untuk Pelangiku.....

Yeaaah..hapus semua nuansa melankolis..
Hu yeee..semangat, semangat!!
Apalagi dengan adanya tim penyemangat -lebay, penyemangatnya cuma satu-.
Once again, he (penyemangat itu) is on the second top of my list today.. -after ma family-,
Thanks God!
Aku mulai bisa ngeliat gerbang penuh sinar di depanku.
*Ini bernama OPTIMIS!

Jumat, 08 Januari 2010

Kali Ini Benar-benar Untuk Kamu


Maafkan saya..
Bantu saya memperbaiki semua..
Saya bukan si sempurna, sesempurna Dewi Shinta.
Jadi saya tidak berharap didampingi dia yang sesempurna Rama.


Saya hanya ingin lakukan yang terbaik. Itu saja.
Terbaik dari segala perspektif.
Untuk semua...
Tidak hanya diri sendiri.. Tidak hanya keluarga.. Tidak hanya kamu..Tapi untuk semua... Semua yang melintas dalam hidup saya..
Tapi tidak mudah ternyata ya..
Kaki saya beberapa kali tersandung..dan lutut saya beberapa kali berdarah karena jatuh..
Saya istirahat sebentar saja. Setelah luka itu sembuh, saya lanjutkan perjalanan saya..


Saya butuh benang sulam untuk merajut cerita terbaik dalam hidup saya.
Maukah kamu memberi saya sedikit saja benang untuk kita sulam bersama?