Sabtu, 27 November 2010

Caraku, Cara Kita

Aku mencintaimu dengan kata-kata celaan. Aku menyayangimu dengan tawa mengejek. Aku menantimu dengan kalimat pengusir yang seratus delaan puluh derajat berbeda dari harapku. Aku mengkhawatirkanmu dengan kalimat ketidakpedulian yang mengharapkan jawaban dan cerita sepihak.
Dengan caraku, yang tidak sama. Dengan mauku, yang tidak seorangpun paham kecuali aku. Bahkan kamu.

Kamu menikmatinya, begitu juga aku. Aku buntu pada bahasa-bahasa manja. Mata kita sudah bicara, sehingga mulut kita tersaingi. Tapi tenang saja, ia tidak iri :)
Kita berbeda. Dengan mereka.. Dengan orang di sampingmu, dengan orang di sampingku.. Dengan hampir seluruh mereka. Tapi kita menikmatinya. Tepatnya, kamu membawaku untuk menikmatinya.

Kita berbeda. Kita menuju ke suatu tempat dengan mencoba jalur lain. Tanpa kompas, tentu saja. Tapi kita yakin, kita akan sampai, walaupun jaraknya semakin jauh, dan tidak biasa karena ketidaktahuan kita.
Karena kita memutuskan untuk berbeda.
Itu saja.

Selasa, 16 November 2010

Proses Itu.........................................

Saya mencoba melakukan sesuatu yang sama sekali tidak terlintas di benak saya sebelumnya. Dengan modal nekat dan cuek sesantai geboynya.
Pikiran saya waktu itu, kalo ini bukan rejeki saya, nggak akan Tuhan ngasi kelancaran sama apa yang saya lakukan. Tapi bertolak dari itu semua, saya tidak menemukan kesulitan berarti saat menjalaninya. Bahkan perjalanan saya sudah mencapai 3/4 untuk dikatakan "penuh". Ya, tiga per empat. Itu berarti 1/4 untuk menuju final, dan entah mengapa yang tadinya cuek bebek, sekaarang bertransformasi menjadi semangat. Ini juga pastinya karena dukungan orang-orang terdekat saya, terutama orang tua.

Nah, dalam proses yang sedang saya jalani ini, saya mendapat banyak pengalaman baru, dan teman baru tentunya. Ini yang menarik bagi saya, mengingat saya orang yang suka bergaul dan bertemu orang baru. Keterikatan dengan mereka bisa saya katakan lumayan kuat di awal perkenalan yang baru berjalan kurang lebih dua minggu -bahkan belum dua minggu- menjadikan saya makin semangat menjalani proses ini, dan tentu saja MENIKMATINYA. :)
Semua butuh perjuangan. Semua butuh pengorbanan. Saya menyadari saya masih punya tanggung jawab yang harus dengan baik saya lakukan sampai bulan februari, tapi saya juga menyadari -dan sudah merasakan- kesempatan sangat susah datang bagi orang-orang lamban di sini. Kesempatan yang datang dengan cara yang cukup mudah ini akan sia-sia bila saya saklek pada pemikiran yang terlalu konservatif.

Jadi dengan segenap keyakinan saya, restu orang tua saya, dan tentu saja restu Pelangi kecil saya, saya memastikan diri untuk melangkah sebelum dinyatakan kalah.

Wish me luck, Guys :)


Rabu, 03 November 2010

Beranda Bercerita di Tengah Malam Buta (Cerpen II, tanpa judul-karena tidak perlu judul)

Kaki kita terus melangkah. Berjarak, lalu semakin jauh. Apa masih ada kata yang belum sempat kau sampaikan, Dewiku, sebelum kita benar-benar melangkah ke arah yang berlawanan.
Lalu desah nafas kita menjadi saksi. Jantungku seakan hendak melompat dari mulutku, dan memperlihatkan torehan namamu di permukaannya. Masih basah oleh darah.
Apa perlu lagi ragu itu, Dewiku?
Jangan, Dewi.
Setitik ragu yang kemudian terbit berarti memperuncing mata pisau yang menghunjam nadiku. Sakit.
Sudah, Dewiku? Mari kita lepaskan pagutan bibir kita. Urai perlahan jemari kita yang masih bertaut.
Sudah, ya.
Tidak ada alasan lagi sekarang. Ayo kita teruskan langkah kita, dengan punggung yang bertemu punggung. Pastikan jangan lagi kepalamu menoleh, Dewi. Karena yang kau akan temui hanya punggungku yang semakin menjauh.



** Denpasar, di beranda rumah kontrakan, dengan malam yang semakin menyayat minta dikasihani. Untuk sebuah masa lalu yang dibingkai rapi di sudut hati. Terimakasih Enya untuk backsound-nya selama menulis.