Sabtu, 26 Desember 2009

Kabar Untuk Tuhan Lewat Pelangiku

Terlalu kuat semua pesona untuk kumentahkan lagi..
Dewa amor sedang menang dalam perjudian kali ini..

Pelangiku, mbak lagi seneng, sayang..
Pelangiku bisa liat kan dari atas sana??
:)
Kamu suka nggak sama dia, Pelangiku?
Pelangiku, kalo dia yg terbaik buat mbak, gimana, sayang??
Mbak takuuut banget menyakiti dan disakiti lagi..
Pelangiku..ada tembok di tengah mbak sama dia, sayang...
Kamu mau bantu mbak?
Tuntun mbak ke arah yg sebenarnya ya...
Bilangin Tuhan, Pelangiku, mbak jatuh cinta.. :)

Jumat, 25 Desember 2009

Dia Bilang Ingin Mati Disini Saja. (Cerpen 1)

Aku memainkan ujung rambutnya yang tergerai ikal. Ia sendiri asyik dengan rumput yang dengan bodohnya ia gigit-gigit. Iseng, kutarik rumput yang bersemayam di bibirnya yang mungil itu. Cepat kilat ia menarik kaosku, dan dengan geram mencubitiku.
"Blogok!!" makinya.
"Blodoh! Rumput digigit!" Aku menyahut sambil melindungi diri dari serangannya yang membabi buta.
"Bikin kaget, Blogok!"
Ia diam. Aku diam. Kami diam.
"Kok diem, Gok?" ia menjawilku manja.
"Kamu kan mau mati, Blodoh.."
Ia menoleh pelan demi mendengar kata-kataku barusan, lalu tersenyum manis. Senyum yang selalu manis sama seperti setahun lalu, lima tahun lalu, lima belas tahun lalu. Sesaat tepian danau ini terasa begitu kering.
"Kenapa? Mati ya mati aja. Jalannya." jawabnya santai sambil memelintir rumput yang tadi ia gigit.
"Nggak sedih, Gok?"
Ia menggeleng pelan. Tapi aku yakin pikirannya kemana-mana.
"Kamu mau mati di mana?" aku bertanya, namun menatap kosong hamparan rumput-rumput tak teratur di sekitar kami, yang tumbuh di tepian danau ini. Tempat favorit kami sejak masih putih biru.
"Disini."
Seketika tawaku pecah mendengar jawaban singkat si Blodoh. Ia tetap bodoh sejak lima belas tahun lalu, sejak mengajakku berkenalan lewat tembok pemisah rumah kami, hanya untuk bertanya kenapa penghapus mickey mousenya tidak bisa menghilangkan coretan pulpen berupa benang kusut yang ia toreh di buku kakaknya. Karena aku juga gagal membantunya, tak lama terdengar suara menggelegar kakaknya, disusul jerit tangisnya.

Dan sekarang dengan mimik bodoh juga, ia memperhatikanku dengan kernyitan yang menyatukan kedua alis yang bagai semut berbaris itu.
"Jangan ketawa, Blogok!"
Tawaku kini hanya tersisa kuluman senyum yang kutahan agar tak muncul ke permukaan.
"Kalo kamu mati disini, Blodoh, aku tinggal buang mayatmu di danau depan itu."
Sekarang gantian ia yang tertawa lepas. Sangat lepas.
"Kamu ingat, Blogok, penghapus mickey mouse?" kembali ia bertanya. Kali ini ia dengan serius menatap kilauan cahaya yang terpantul lewat permukaan air danau. Hari mulai sore.
"Hahahaha...abis kamu dimarah kak Sinta, kamu langsung buang itu penghapus ke teras rumah aku."
"Lalu aku sore-sore datang ke rumah kamu, nagih penghapus itu lagi.."
"Tapi udah dibuang.."
"Hahaha..lagi-lagi aku nangis."
"Itu sore pertama dan kali pertama aku meluk kamu, Blodoh.."
Ia diam lagi. Tidak menyambung omonganku lagi. Tidak tersenyum lagi. Aku pelan-pelan tersakiti dengan suasana ini.
"Blodoh, aku bohong sama kamu selama lima belas tahun. Lihat ini..."
Perlahan kutarik sesuatu yang telah lama menggantungi leherku namun tak pernah kuperlihatkan pada siapapun. Ia tercengang. Mulutnya ternganga. Takjub adalah kata yang paling tepat.
Ia memandangku tanpa berkedip. Agak ragu ia mengulurkan tangannya untuk meraih sesuatu yang kutunjukkan padanya.
"Blogok... kamu... "
Lalu kulihat sesuatu yang tidak kusuka : melihat mata memerah lalu airmata bergulir.
"Aduh, jangan nangis kenapa sih!" keluhku.
Tapi ia mendadak tuli. Tanpa ijin, ia melepas kalung itu dari leherku.
Bukan kalung.
Penghapus mickey mouse tipis, kehitaman, dan sompel di beberapa bagian pertanda sering digunakan. Ujung bagian atasnya kutusuk paksa dengan pisau kecil untuk kujadikan mata kalung, rantai kalungnya hanya benang jahit berwarna putih yang kusimpul mati ujungnya.
"Aku benar-benar ingin mati disini, Rey.."
Ini adalah ketiga kalinya ia memanggilku dengan nama asliku. Pertama, saat ia mencari penghapus kesayangannya itu, kedua, saat ia marah besar padaku 5 tahun lalu, saat pertama kali menduduki bangku SMA, dan ini yang ketiga.

Ia kembali memasangkan kalung itu dileherku. Namun, setelah itu tangannya tak bergerak dari bahuku.
Aku tak tahu siapa yang memulai, bibirku begitu saja telah memagut lembut bibirnya. Ia membalas tanpa tenaga. Aku sadar, ia rapuh, tapi tak menangis lagi.
Satu menit... Dua menit..
Ia tak membalas ciumanku lagi.
Aku regangkan ia dari dekapanku. Aku tahu, ia pergi.
Tanpa kata dan tanpa ungkapan. Tapi itu tak perlu. Aku tak peduli, Aku kembali mendekapnya dan menciumnya, kini dengan dua tetes airmata. Cukup dua untukmu, Rafika Namanta...



Disinilah aku sekarang, menyuntikkan semangat hidup pada mereka, para ODHA, lewat cerita tentang seorang penderita AIDS dan penghapus mickey mousenya.

Minggu, 20 Desember 2009

Sabtu, 19 Desember 2009

Pelangi, Aku Ingin Berkata.....

Pelangi keriwil
Pelangi centil
Pelangi gembul
Pelangi cerewet...
Pelangi sok tau...
Terimakasih telah memberi 8 tahun 5 bulan 18 hari untuk dinikmati bersama kamu..

Maaf belum sempat mengucapkan "mbak sayaaaang sama dedek" sebelum kamu pergi, Pelangiku...
Kamu tidak mati, Pelangi..
Kamu hanya sedang menempuh perjalanan ke tempat yang lebih baik..
di tempat seharusnya kamu ada..
Aku terus menunggu, Pelangi..
Walaupun itu entah kapan..

Sepeda kamu pasti lebih bagus kan di Sana??
Makanannya juga pasti jauh lebih enak..
Terus kalo telat mandi, nggak ada kan yang ngomelin kamu, Pelangi..?
Kalo iya, berarti kita semua nggak boleh nangis lagi ya sayang ya..

Pergi kemana kamu mau pergi, ya..
Jangan noleh ke belakang..
Kita udah ikhlas, sayang..


Dedicated to my rainbow :
Ni Ketut Anggita Pramesti
(June 22, 2001-- December 10, 2009)

Rabu, 09 Desember 2009

Sudah Tanggal 9 Desember 2009

Senang bisa produktif menulis lagi. Blog ini sempat menjadi sekedar blog selama hampir setahun..
Karena memang ternyata menulis itu butuh suasana..butuh inspirasi dan butuh bahan tentunya...

Pagi ini, sesuai status facebookku temanya adalah malas. Sampe jam 7 masih ngeringkuk di tempat tidur..asli, males! (Biasa setengah 6 udah bangun).
Bangun tidur, ngulet2...gogi sama cuci muka..
Balik lagi ke kamar..
Ngejogrok depan laptop
Onlen...
Masuk ke facebook..
Masuk ke twitter..
Periksa email...
Chatting sama Bebong...

Dapet esemes dari Larasati Angestiasih sama Ferry Adrian Pangke...
Yang satu mo ngerjain skripsi di rumahku, yang satu...iseng aja..say hello..
 Lalu menggila lagi di Messenger sama Hendra Siahaan..biasaaaa, aktivitas pengurang stress..dia yg stress..aku nggak! :p

Liat2 Onlen Shop..ada yg diincer, lalu inget tagihan internet jatuh tempo tanggal 10..
Waw...duit,duit,duit..kadang susah datang, kadang mudah datang...tapi perginya sangat gampang banget!

Mandi nggak yaaaa???
Jam 12.10 sudah........

Selasa, 08 Desember 2009

Selamat Malam, Malam...

Malam, aku nggak bisa tidur..

Aku kangen dedek, Malam...
Tapi dia nggak bisa kangen aku..
Pandangan matanya kosong..
Bahkan nggak kenal bapak sama mamah..

Malam, aku nggak bisa tidur..

Aku tadi dengar jeritan dedek di telfon..
Aku minta ditulikan sesaat, karena rasanya lebih perih daripada luka yang ditaburin garam..

Aku harus ngapain, Malam...??

Menangis?
Capek, Malam..
Menangis itu butuh tenaga banyak daripada lari keliling kampus 10 kali....
Lalu?
Berdoa?
Kata-katanya sudah habis, Malam......


Aku ingin DEDEK, Malam...    

Pagi Mengantarkan Sarapan Terbaik : Matahari

Paginya aku suka.
Paginya aku cinta.
Bangun tidur harum rumput mengusik indra pencium.
Pokoknya suka.

Menyeduh teh.
Teh aroma melati.
Tidak langsung diminum.
Tapi dihirup aromanya.
Hm, seperti terapi.
Wangi.
Nikmati saja aromanya menyesap ke rongga dada.
Lalu seruputlah perlahan.
Hebat.
Mau tidak mendung untuk hari ini.
Mau cerahnya matahari.
Lalu pagi dengan senang hati memberi.
Rumahku teraaaang sekali.

Malas mau berjalan.
Duduk saja di kursi teras.
Dingin.
Hawa dingin masih ada, sisa2 malam.
Teh melati tinggal seperempat gelas lagi.

Melihat jam.
Oh, masih jam 7.
Ambil henfon, lalu kirimi Bryan selamat menempuh umur baru.
21 tahun dia hari ini.
Bukan abege transisi seperti 3 tahun lalu lagi dia. :)

Mendung perlahan.
Aku sedikit cemberut.
Kenapa?
Jangan pagi.
Matahari jangan pergi sekarang.
Matahari hangatkan bumi khatulistiwa dulu baru boleh jalan2 ke tempat lain.
Kalau pergi, sarapan ku akan habis pagi ini.
Harus tunggu besok pagi untuk dapat sarapan yang sama....

Senin, 07 Desember 2009

Lalu Aku Menari dan Berteman Peluh Otakku Sendiri

Menari dan terus menari..
Seperih apapun hati terbanjiri dengan luka..

hey..aku bersama malam..
aku bersama tubuhku yg dibanjiri peluh..
aku bersama aku..
dan tariku, tentu saja..

Aku terus saja menari..
melentikkan jari, mengayunkan langkah..
menyibak awan realita di kepala..

dan seketika gemulaiku terhenti..
aku mematikan musik..
melepas penat..
meraih segelas air dingin..
menyeka peluh dan terdiam..
berjalan ke luar teras..merasakan deru angin yang bersahabat mendung..
hujan mau turun, sobat..
ia seakan menyetujui pikiran yg merasuk benakku..

Selamatkan aku lewat sepoimu, angin..
Aku merindukan mereka..
kehidupan penuh gelak tawa karya adikku..
Kembalikan itu Tuhan..aku pinta dengan sangat..