Selasa, 02 Agustus 2016

Seiring Berjalannya Waktu - Part II

Saya memang tipe PHP ya. niat nulis kapan baru terealisasi sekarang.
Yaaa tapi gimana donk emang saya sibuk, gimana donk? :p

Oke, jadi di tengah hiruk pikuk Bandara Soekarno Hatta pagi ini saya tebus dosa.
Ceritanya saya baru kelar workshop. Minggu sore nyampe, Senin acara, dan hari ini pulang.
Sebenernya bukan saya yang berangkat, berhubung SK Mutasi saya keluar tanggal 26 Juli 2016 kemarin, ya saya yang berangkat deh.

Oh iya, ngomong-ngomong SK mutasi. Saya pengen ketawa aja nih.
Jadi dari awal penempatan setelah pendidikan kemaren itu saya ditugaskan sebagai Customer Service Officer yang membawahi para CS dan Teller, bertanggung jawab atas operasional dan kinerja cabang. Selama 6 bulan saya menjalani posisi baru dan baru sebulanan ini saya menemukan feel dari pekerjaan saya, hahahaha. Oke bukan feel, tepatnya mulai menikmati, walaupun jam pulang saya jauhhh lebih malem dibanding jaman jadi pelaksana :D
Timnya enak, koordinasinya mudah, cuma target aja yang babak belur. Tapi bukankah dalam bekerja lingkungan bekerja adalah hal paling penting? Karena menurut saya kinerja dan ouput seseorang akan maksimal bila berada dalam situasi dan lingkungan kerja yang kondusif. Bayangkan kita bertemu orang yang sama selama 12 jam (seringnya lebih, sih, kalo saya) tapi kita punya konflik internal atau masalah-masalah atau gesekan-gesekan kecil di dalamnya. Bukankah itu malah membuat semangat bekerja turun? Kalau saya, iya. Karena pada dasarnya kita nggak selamanya bisa kerja sendiri. Suatu saat pasti butuh bantuan orang lain. Jadi buat saya, dilema pulang malam adalah masalah ke sekian-sekian untuk saya. Toh saya sudah tau resikonya dari awal.
Dalam problem pulang malam yang sudah ada di cabang saya, tentunya saya dan teman-teman harus selalu mengkondisikan kami semua bekerja dalam keadaan yang nyaman, saling terbuka, dan menghargai satu sama lain. Ini yang sudah saya dapatkan bersama tim saya di Cabang Kuta, tempat saya bertugas sekarang.
Sedang menikmati-menikmatinya pekerjaan saya, tiba-tiba di 26 Juli 2016 saya mendapat SK Mutasi sebagai Area Service Quality Officer, dimana posisi ini adalah posisi back office, yang jujur aja sempat saya idam-idamkan. Di back officenya ya maksudnya, bukan sebagai SQO-nya.
Saya kaget tentu saja, karena tugas dan tanggung jawab saya berbeda jauh walaupun tetap ada kaitannya dengan Cabang. Istilahnya pekerjaan saya adalah pekerjaan tak terlihat yang outputnya pun samar, memerlukan objektivitas yang tinggi. Tidak seperti di cabang yang segala parameter pengukurannya jelas dan berupa quantity. Sekarang saya harus bekerja dengan ouput berupa quality ; kualitas layanan para frontliners. Untuk pekerjaan pastinya apa yang dilakukan, yang saya tahu dulu SQO itu rutin kunjungan cabang-cabang yang berada di bawah koordinasi areanya (saya area Kuta) untuk menjadi shopper di frontliners, mengevaluasi standar layanan mereka selama melayani dan kondisi fisik atm serta cabang, menjadi tempat berkeluh kesah para frontliners dan memastikan hal-hal yang terkait operasional layanan di cabang dapat running well.
Itu saja? Tentu tidak,
Tantangan ya. Apa dasarnya saya yang dipilih juga saya tidak tau dan biarlah jadi misteri Illahi.

Nikmati saja. Jalani saja. Kemanapun kaki ini melangkah saya hanya meminta restu dari Tuhan untuk saya dapat jalani dengan maksimal dan penuh tanggung jawab.
Semoga ya:)

Minggu, 03 Januari 2016

Seiring Berjalannya Waktu - Part I

Seiring berjalannya waktu.........
Sudah seabad ya saya tidak menyentuh blog ini, sejak awal kelahiran Kinan.

Dan malam ini, setelah menempuh perjalanan jauh Jakarta - Bandung, sekian jam perjalanan perigi, bertualang 2 hari full, dan perjalanan pulang, keinginan untuk kembali menoreh cerita di blog ini begitu menggebu.

Adalah 3 bulan yang lalu saat saya menerima sebuah surat yang isinya adalah panggilan untuk mengikuti sebuah tes dalam rangka promosi pegawai untuk. Promosi ini diperuntukkan karyawan yang sudah mengabdi kurang lebih 5 tahun dan dengan PL (Performance Level) 1 sampai 3.
Saat saya menerima panggilan itu masa kerja saya adalah 4 tahun 9 bulan.
Sebuah ragu kemudian menyusup benak saya. Hal ini yang sempat saya rundingkan dengan suami saya. Karena cepat atau lambat semua pegawai akan mendapat kesempatan promosi berdasarkan kinerja mereka.
Salah satu persyaratan yang nantinya akan diminta adalah surat persetujuan pasangan untuk pegawai yang sudah menikah. Jujur, suami saya sempat mengutarakan keberatan saat saya bercerita tentang panggilan itu. Karena dengan tanggung jawab yang nantinya akan semakin besar di kantor, ia khawatir waktu saya akan terkuras kesana dan impactnya adalah ke Kinan.

Jadi, sebenarnya level karir di tempat saya bekerja menentukan usia pensiun. Untuk status saya sebelum pendidikan disebut Pelaksana dengan usia pensiun 36 tahun. Di atas Pelaksana (Clerk) ada Pejabat Petugas Pemegang Kewenangan (P3K) atau Supervisor (Spv) yang biasanya ditempatkan di kantor model 3 ke bawah dengan pensiun di umur 46 tahun. Di aats P3K, ada Officer (Junior Manager) yang biasanya ditempatkan di kantor model 1 dan 2 dengan usia pensiun 56 tahun. Dari level Officer inilah nantinya perkembangan karir akan berlanjut dengan berbagai posisi. Cash Outlet Manager, Branch Operation Manager, Branch Manager, dan seterusnya.

Suami saya sebenarnya hanya menginginkan saya sampai pada level SPV, hahaha.
Katanya, "Bun, biar aku yang jungkir balik kerja buat kamu sama Kinan. Aku bangga kamu punya karir yang bagus. Tapi aku lebih bangga kalo anakku bisa tumbuh dengan pendampingan yang maksimal dari orangtuanya."
Saya mengerti sekali keinginannya, dan saya juga pengen banget kok untuk bisa mendampingi perkembangan Kinan secara full. Cuma saja, saya lalu ingat lagi perjuangan saya sampai bisa bekerja di tempat yang sekarang sangat tidak mudah saat itu apalagi dengan berbagai kewajiban finansial saat ini, saya rasa saya harus ambil kesempatan ini.

Ya, saya menyadari resiko waktu dan fokus yang akan lebih menyita waktu saya. Tapi saya akan berusaha untuk menyeimbangkan perhatian saya ke Kinan. Toh kalau Sabtu Minggu saya full sama Kinan 24 jam.

Akhirnya dengan diskusi beberapa saat, suami saya mengerti dan mengijinkan saya untuk mengejar mimpi dan karir saya. Untuk ini, saya sangat bersyukur dianugerahi suami yang sangat pengertian dan percaya penuh pada keputusan dan tanggung jawab istri.

Serangkaian tes kemudian saya jalani,mulai dari Aptitude dan Psikotes, lalu lanjut ke Panel Interview. Dari sekian puluh orang yang mengikuti tes itu akhirnya keluarlah 4 nama yang akan diutus untuk mengikuti pendidikan selama 3 bulan di Jakarta, salah satunya adalah saya.
Bahagia?? Tentu saja. Saya hanya meminta saat itu, apa yang terbaik untuk saya, maka jadikan itu sebagai takdir hidup saya.

Dibalik bahagia, saya juga merasakan sedih mendalam sebagai seorang ibu. Bagaimana tidak? Pengumuman kelulusan peserta pada tangga 12 Oktober 2015 dan 14 Oktober saya sudah harus berangkat ke Jakarta karena 15 Oktober sudah mulai kelas. Dengan persiapan yang kebut-kebutan, yang paling membuat saya galau adalah menyiapkan mental saya untuk berpisah dengan Kinan. Bagaimana dia sedang lucu-lucunya dengan segala perkembangannya yang pesat, tapi tidak bisa saya saksikan setiap hari.
Dan benar saja, malam pertama saya sampai di Wisma Casakhasa -tempat saya menginap selama 2 bulan pertama- saya tidak bisa tidur dengan nyenyak karena biasanya sekian jam sekali Kinan pasti saya beri ASI sekalipun malam hari. Saya pun menangis di tengah malam, saat saya memeluk baju Kinan yang saya bawa.
Benar saja, ASI saya langsung macet tidak keluar sama sekali setelah saya pulang wajib militer di Pusdikajen Lembang. Sedih?? Sangat! Karena saya berniat untuk memberikan ASI sampai Kinan berumur 2 tahun. Ini adalah sapih terpaksa. Untungnya Kinan kuat ngelaluin hal ini. Awalnya dia memang mencari-cari ASI tiap malam. Oleh mama saya, kemudian dia dilatih perlahan untuk terbiasa dengan formula.

Dan pada hari ini, menyisakan 8 hari lagi sebelum berakhirnya pendidikan ini. 8 hari ke depan ada hal baru yang akan membuat saya deg-degan, yaitu pengumuman penempatan.
Sesuai yang tercantum di kontrak, bahwa pegawai Officer bersedia di tempatkan di seluruh unit Bank Mandiri seluruh Bank Indonesia dan menjalani ikatan dinas selama 3 tahun.
Saya tidak bermuluk ria. Cukup penempatan di daerah yang terbaik untuk saya jalani.
Berharap, tentu saja saya berharap untuk ditempatkan kembali ke Denpasar.

Semoga saja perjuangan 3 bulan disini bisa berbuah manis untuk melawan kepahitan saya yang harus meninggalkan anak dan keluarga.



Minggu, 03 Agustus 2014

A Moment, an Unforgetable Memory

Well to the well well well...
Setelah satu bulan lamanya tidak blogging sama sekali dan -seperti biasa- sebelum memori terhapus karena waktu merenggut.
Dari awal bulan mau ngeblog tapi apa daya.. kesibukan baru saya bener-bener mengasyikkan dan lumayan menguras tenaga.

Akhirnya di tanggal 1 Juli 2014 yang kita tunggu tunggu akhirnya muncul juga. Puji syukur saya haturkan pada Maha Pemberi Kehidupan yang telah menganugerahkan seorang bidadari cantik untuk memperindah kehidupan keluarga kecil kami.
Proses kelahirannya juga cenderung dramatis buat saya. Apa karena saya belum pernah melahirkan ya sebelumnya, hehe.

Soooooo sebenernya prediksi dokter itu tanggal 28 Juni 2014. Tapi hitungan saya sendiri itu sekitar pertengahan Juli. Karena saat setelah menikah saya masih mens satu kali dan dulu masih LDR sama suami. Jadi kelar mens nggak langsung ketemu. Nah inilah yang bikin bingung untuk ngitung hari perkiraan lahir atau HPL nya. Jeadi dokter bilang ikut prediksi yang muncul pertama kali saat USG.

Seperti di postingan sebelumnya, di tanggal 28 saya disarankan NST atau cek detak jantung bayi. Ke Rumah Sakitlah kita pagi itu. NST nya sendiri memakan waktu sekitar setengah jam.

Selesai NST, suster nelpon dokter saya dan dokter menyarankan untuk diinduksi. Tapi saya nolak karena saya pikir ini masih pas banget dengan perkiraan dan feeling saya ini emang belum waktunya. Saya minta konsul lagi ke dokter tanggal 30 Juni untuk diskusi langsung (kebetulan tanggal 28 adalah sabtu dan dokter saya praktek di Jimbaran).

Tanggal 30 Juni malem saya bareng suami dan mertua ke RS lagi. Ini saya sudah mulai feeling karena kemarin saya sempet mules yang nggak biasa. Saya di PD (periksa dalam) dan sudah bukaan 2 ternyata. Wah! Padahal
Dan rasanya saat di PD itu suakitnyaaaa sampe saya njerit. Ya karena kaget juga, sih. Jujur saya langsung parno sendiri mengingat bukaan itu sampe bukaan 10 dan tiap ngecek saya bakal dibeginiin lagi. Hahhaha.
Dokter nagajuin opsi untuk langsung opname malam itu juga, atau saya mau dikasi obat supaya mulesnya nambah dan mendorong bukaan. Tapi saya dan suami memutuskan untuk pulang dulu dan menunggu bukaan berjalan normal.

Sampai di rumah saya dan suami langsung sembahyang minta agar proses yang akan saya lalui dilancarkan dan saya dikuatkan. Saya ngerasa deg2an, sedih sekaligus senang saat itu. Deg-degan karena ini pertama kalinya saya menjalani proses ini. Sedihnya karena saya akan merindukan saat2 saya hamil dan suka duka selama 9 bulan. Bahagianya ya tentunya penantian saya akan jadi kenyataan bentar lagi.
Setelah sembahyang saya merasa lebih rileks. Saya coba untuk hypnobirthing, merilekskan pikiran dan mengajak janin berkomunikasi minta kerjasamanya agar semua lancar. Mertua saya beliin saya jus kelapa yang katanya bisa memperlancar persalinan. Jus kelapa maksudnya kelapa dikerok terus di blender. Hmm agak aneh sih.
Suami saya malah nggak tenangan. Dia bolak balik ngajak ke RS malam itu juga. Tapi ntah kenapa saya maunya di rumah dulu aja.
Malam itu saya tidur lelap dan suami sama sekali nggak tidur, apalagi ada bola!
Saya telpon mama saya minta doa dan restu dari beliau.

Sehabis pulang dari Rumah Sakit. Sehari sebelum lahiran. Nggak semet-sempet niat mau maternity photo, Ya sudahlah


Pagi tanggal 1 Juli saya kebangun jam 6 pagi karena ngerasa ada yang aneh. Saya ke wc dan ternyata saya udah ngeflek. Saya langsung ngasi tau suami dan kita siap-siap ke RS.

Sesampainya di RS.saya langsung diminta ke ruangan bersalin dan lagi-lagi cek bukaan. Isshhhh. Bener-bener deh. Ternyata sudah bukaan 3. Saya ganti baju yang disiapkan rumah sakit dan jalan-jalan keliling rumah sakit. Usaha untuk mempercepat bukaan maksudnya.

Masih ketawa-ketawa pas bukaan 4

Dokter dateng sekitar jam setengah sembilan.Dan lagi-lagi di cek bukaan, oke sudah bukaan empat lunak, mau ke lima. Makin semangat lah saya, karena menurut kata orang-orang dan saya baca, dari bukaan 1 menuju 4 itu lama banget dan setelah 5 itu cepet. Perkiraan dokter saya bukaan sempurna jam 2 siang. Senangnyaaaaa..

"Kok bukaan 4 biasa-biasa aja,sih ,Bu? Ada pasien yang udah teriak-teriak pas bukaan 4." Kata Suster yang bantuin dokter periksa dalem.

"Masa, sih, Mbak? Saya sebenernya mules kok, Mbak, cuma belum kuat dan nggak seserem yang saya denger dari orang."
(Kebanyakan dengerin orang)

"Kalo gitu saya baca-baca buku di sebelah, ya, sambil nunggu," kata dokter saya. Padahal setahuku beliau ada jadwal praktek di Jimbaran jam 10. Demi sayaaaaaaa.....terharu.

Setelah dinyatakan bukaan 5, saya masih sempet jalan-jalan bentar. Oiya, orang tua saya dan mertua udah komplit nunggu di RS, walopun nggak lama setelah itu Bapak saya pamit ke kantor. Sedangkan suami udah ijin ke Pak Bos untuk nggak masuk kantor.
Mbak suster nyuruh saya istirahat supaya tenaga full pas bukaan lengkap, "Bu,istirahat aja, biar nanti tenaganya nggak habis pas mau ngejan."
Oke, baiklah. Saya akhirnya berbaring di bed dan nggak lama ada suster yang dateng dan nyuntikkin sesuatu ke panggul saya.
"Ini untuk apa ya, Sus?"
"Supaya Ibu kuat nanti pas ngejan."
Dikata guwe lemah apeeeeeh.... Ya sudahlah, untuk kebaikan, toh.....

Nggak lama setelah disuntik saya merasakan sesuatu nusuk-nusuk perut bawah dan pinggang belakang. Oh lala.. mulesnya mulai meningkat,nih, gitu saya pikir. Tapi kok berasa mau pup juga ya. Saya jadi ragu ini mules karena dorongan si dedek apa saya mau pup. Akhirnya saya lapor sama Mbak Suster, "Mbak ini saya nggak tau mau pup atau mules.Saya coba ke toilet dulu, ya."
"Iya Bu, silahkan. Soalnya nanti udah bukaan di atas 7 kita nggak ijinin lagi ke toilet."
Jadilah saya terduduk menunggu di toilet dan nggak menghasilkan apa-apa. Saya berkesimpulan ini adalah dorongan kepalanya dedek. Good job, Cantik... Ayo terus, gitu batin saya.

Sekembalinya saya ke ruang bersalin, mulesnya semakin menjadi. Saya yang tadi nyengir-nyengir berubah jadi meringis. Suami saya nggak berhenti megangin tangan saya, sesekali ngajakin becanda. Tapi semua serasa udah mental. Saya coba juga tehnik hypnobirthing dan relaksasi dibantu musik relaksasi dari henpon suami, gagal juga. Saya tetap meringis. Ini sakit yang paling sakit selama saya hidup. Gimana nggak, sakitnya depan dan belakang. Dibawah pinggul saya serasa di tusuk sama benda segede gaban.Mama dan mertua saya bolak balik ke kamar bersalin, "Caesar aja lah ya.. Nggak mau?"
Saya menggeleng, saya keukeuh pengen lahiran normal supaya sempurna menjalani kodrat sebagai wanita, gitu pikir saya.

Sekian jam berlalu dengan saya menahan sakit yang semakin menjadi. Kata-kata yang keluar dari mulut saya cuma, "Sakit... sakit... sakit, Ayah... Sakit.." sambil meremas tangan suami saya tiap kontraksi itu datang.
Saya trenyuh saat  ngeliat air mata di sudut mata suami.
Nggak lama dia berkata, "Nggak bakal aku macem-macem, Bun.. Gini perjuanganmu ngelahirin anakku,"
Saya hanya mampu mengangguk sambil membatin, aku juga, keluarga kecil kita adalah hal terdepan yang ada di benak sebelum aku melakukan sesuatu.

Didera rasa sakit yang begitu hebat, saya berpikir mungkin ini uda bukaan 6 atau 7 karena frekuensi mulesnya sering dari sebelumnya.

Sampailah akhirnya jarum jam menunjukkan pukul 15.00 WITA. Perawat kembali masuk dan ngecek bukaan. Alangkah kagetnya saya saat suster berkata, "Oh, masih bukaan 5 ini, Bu..." dengan nada yang -ya,ampun..sabar ya, Bu-
Saya semakin stress, sakit yang begitu sangat tapi bukaan nggak jalan-jalan.
Perawat saya nelpon dokter dan dokter menyarankan untuk diinduksi.
"Gimana, Bun? Mau induksi apa mau caesar sekalian. Kalo caesar, setengah jam lagi kamu udah bisa ketemu anakmu," Suamiku mencoba bernegosiasi.
Dan aku masih keukeuh, "Induksi aja....."
Kembali suami saya, "Yakin kamu? Masih bisa tahan sakitnya?"
Saya terdiam. Ya, jujur saya emang udah nggak tahan lagi sama mulesnya. Sudah luar biasa Tapi dorongan untuk lahiran normal masih tinggi.
Suter pun ngasi kita waktu untuk berpikir.

Selang setengah jam kemudian, suster pun menanyakan keputusan kami.
"Induksi aja, Sus....."
Dan dalam sekian detik kemudian, "Sus, caesar aja......."
Saya menyerah. Tenaga saya sudah terkuras rasanya. Keringat juga mulai membanjiri tubuh saya.
Dan begitulah....
Maka tidak lama, saya menerima ciuman dari mama saya, mertua dan suami. Mama saya dengan mata berkaca-kaca mencium sambil berbisik, "Mama anter sampe sini aja ya. Berdoa." dan saya hanya bisa menahan tangis sambil mengangguk.
Sekilas semacam drama di tivi. Tapi percayalah, saya dalam hati minta maaf kepada Tuhan, atas semua salah saya kepada Mama karena rasanya begini ternyata mau melahirkan. Seperti meregang nyawa.

Sesampainya di ruang operasi, saya menunggu beberapa saat sambil semua tim mempersiapkan alat-alat. Pikiran saya kembali jelek karena saya kembali akan disuntak-suntik.
Saya lupa berapa orang di ruangan itu, kurlebnya 5 orang sudah termasuk dokter kandungan saya dan dokter anestesi.
"Halo Ibu, saya Asmaya, dokter anestesi," sapaan ramah mampir di telinga saya. Di samping saya berdiri dokter itu hanya terlihat matanya karena sudah berpakaian lengkap ijo-ijo ala tim medis lengkap dengan maskernya. Saya lagi-lagi hanya mampu mengangguk dan tersenyum.

"Bu, ini kita suntik biusnya ya di punggung, posisi badan melengkung," perintah dr. Asmaya.
"Bentar, Dok! Saya kontraksi lagi!" teriak saya. Kontraksi muncul saat posisi saya sudah melengkung dibantu seorang mbak suster.
"Oke, udah, Dok. Hitung sampe 3 ya, Dok, saya mau tarik nafas," begitu perintah saya. Konon menarik nafas dapat mengurangi sakit.
"Oke, Bu, siap, ya. Ini jarumnya udah saya tempel di kulit. Tarik  nafas, satu...dua.. tiga"
Cressss... sesuatu yang ngilu menghantam tulang punggung saya, seketika kaki saya berasa kesemutan dan dokter bilang itu adalah efe bius lokal barusan.
Dalam hitungan detik saya udah nggak ngerasa apa-apa di bagian dada ke bawah, dan ada kain hijau yang membatasi pandangan saya ke daerah perut.
Dokter menyarankan suami saya ikut masuk. Padahal di depan, suami saya di stop sampai di pintu ruang operasi sama Mbak Suster.

Mereka mulai mengoperasi saya, para dokter itu bersenandung seolah-olah cuma lagi main catur, hihi. Saya sendiri mulai ngerasa ngefly dan ngantuk luar biasa. Saya hampir aja berniat pejemin mata saat saat denger sapaan khas, "Hawooo.."
Suami saya. Lagi-lagi saya mau mewek. Hahaha sejak hamil saya jadi sensitif banget..
Akhirnya saya ngobrol-ngobrol sama suami sampe akhirnya bayi saya diangkat,dibersihkan dan ditunjukkin ke saya.
"Ini anaknya, Bu... 3,5kg, 50 senti. Dicium ya anaknya, ya..."
Saya bersyukuuuuuuurrrrrrr luar biasa saat mencium bayi saya. Bau yang khas. Cuma saya nggak sempet liat jelas wajahnya karena sudah dibedong dan mau dibawa ke ruang bayi.

Akhirnya penantian saya selama 9 bulan berwujud nyata. Cantik. Saya nggak bisa mendeskripsikan perasaan saya yang kadang masih nggak percaya, sudah ada bidadari kecil diantara kami, saya dan suami.
The three of us.

Bunda akan merindukan masa-masa kamu di perut Bunda, Nak...
Saat Bunda pulang kantor dan kelelahan luar biasa kita tanggung berdua..
Saat hanya kita berdua kehujanan di jalan tanpa jas hujan dan dicipratin orang...
Saat Bunda menahan apapun yang Bunda makan agar tidak mendesak keluar...
Saat Bunda mulai merasakan pergerakan kecilmu, sampai tendanganmu yang terkadang membangunkan Bunda dari tidur.
Saat kita bercakap-cakap dan kamu merespon dengan gerakmu......
Betapa nikmat semuanya, Nak....
Kelak jadilah yang membahagiakan orang tua dan sekitarmu..
Bahagia dan sukses mengikuti jejakmu, kemanapun kamu melangkah...

Selamat bertarung dengan dunia, Ni Putu Kinan Nirvasita Naresvari-ku.......

Rabu, 25 Juni 2014

Counting Days!

Inilah kegiatan embak-embak hamil yang cuti melahirkan dan nggak ada kerjaan di pagi hari setelah suami berangkat ngantor, hihihihi.

Soooo, Senin kemarin saya dan suami kontrol mingguan ke Rumah Sakit lagi. Deg-degan banget awalnya karena minggu lalu pas ngecek kepala si Cantik belum masuk panggul dan selama seminggu penuh ini saya sudah melakukan gerakan senam ringan dan apa-apa aja yang disaranin dokter.

Diawali dengan USG. Makin kesini, si Cantik makin nggak keliatan full waktu di USG.. Jadi yang kesorot jelas cuma kepala sama kakinya aja. Dokter jelasin gambar abu-abu di depan saya ini ari-arinya, itu ketuban, ini lambungnya, saya nggak ngerti dan tetep aja di mata saya nggak jelas, hehehe.

Tapi yang penting kondisi si Cantik sehat. Organ dalam terutama. Detak jantungnya normal dan syukurnya beratnya sudah stabil, nggak over mulu kayak awal trimester ketiga kemaren heheh.
Nah, akhirnya dokter nyampein kepalanya udah masuk panggul, udah di bawah banget, udah nekan kandung kemih.
Dokter juga meriksa langsung dengan tangan, perut atas dan bawah ditekan untuk mastiin posisi kepala bayinya dan leganya luar biasa pas dokter bilang, "Iya ini, udah di bawah banget kepalanya. Ntar lagi, nih."
Wuahhhh, katanya sih kurang dari 2 minggu lagi. Dan sabtu ini tanggal 28 saya diminta untuk ke RS lagi untuk cek NTS alias cek detak jantung bayi. Kalo masih normal, ya boleh pulang lagi.
Kalo memang ada yang perlu diambil tindakan, ya berlanjutlah.

Pantes aja seminggu belakangan ini saya udah ngerasa sakit-sakit gimana gitu di selangkangan bahkan pas jalan rasanya kayak disundul-sundul, bawaannya pipis mulu.
Astungkara bangetttt, si  Cantik selalu dengerin permintaan Bundanya.
Iya, saya selalu praktekkin afirmasi positif untuk komunikasi dengan janin. Memintanya untuk membantu saya, bekerja sama dengan saya supaya semuanya menjadi mudah dan menyenangkan.

Jujur aja dibalik rasa nggak sabar ini, saya juga ngerasa deg-degan. Saya tau ini proses yang akan dilalui semua wanita hamil. Saya selalu cari tau tentang kelahiran normal dan ASI untuk mempermudah proses pasca melahirkan.
Tas bayi juga udah saya siapin. Jadi semisal ada apa dan sifatnya emergency, tinggal angkut tas aja.

Mari sayang,kita semangat, ya! Bentar lagi kita ketemu loooooh ^_^

Senin, 23 Juni 2014

Mission Almost Complete

In amazing 37 weeks! Yay!!

Di pemeriksaan terakhir, dokter bilang janin saya belum masuk panggul, walaupun kepalanya sudah di bawah. Kembali, saya disaranin untuk banyak jongkok berdiri berulang kali dan perbanyak jalan kaki.
Alhasil, beberapa kali lah saya sengaja jalan kaki ke depan untuk beli bubur sarapan pagi. Jaraknya lumayan sekian ratus meter.

Di Sabtu kemaren, malah saya jalan dari rumah ke rumahnya kakak ipar ditemenin suami (tetep aja ngetem dulu di tukang bubur, di tengah perjalanan). Ya kalau pake motor sekitar 5 menit lah. Jalan kaki ada kali hampir setengah jam itu kemaren. Bolak balik ya hampir 1 jam. Wiihiiiiw. Sambil mensugesti perut, "Ayo, anak cantik, turun ke panggulnya Bunda ya, biar mudah kita ketemunya."
Amin!!!

Di dekat kelahiran seperti sekarang ini -kurang lebih 3 minggu lagi- saya memang memperbanyak aktivitas fisik dan rajin latihan nafas. Senam juga selain di rumah sakit yang dua kali seminggu, sekarang saya tambah sendiri di rumah. Secara saya udah mulai cuti mulai 13 Juni kemaren, otomatis kegiatan saya berkurang jauh. Baik dari segi fisik maupun pikiran. Dan ternyata nggak ngantor itu enak juga, lho, hahahahah. Cuma bingung aja pagi sampe siang itu ngapainnnnn. Rumah nggak segede sinetron lebay di tivi, bersih-bersih setengah jam kelar. Cucian dikit. Masak juga nggak yang seribet Farah Quinn. Kadang kerjaan juga dibantuin suami kalo pas dia di rumah. Larinya palingan sesekali saya buat makanan ringan untuk kepentingan ngemil saya dan suami. Sangat banyak waktu kosong sampe nungguin suami pulang kantor. Tentu saja kalo siang saya tidur (hal yang nggak saya dapatkan saat ngantor).
Mama saya nyaranin untuk banyak-banyak ngepel jongkok. Tapi ini lutut kena lantai sakit amat, berohhh.. Jadi mohon maaf, Ma, banyak jalan menuju Roma. Banyak cara selain ngepel jongkok.

Ini sebenernya udah di antara nggak sabar dan harap-harap cemas. Suami pun begitu. Berapa kali saya ngalamin yang namanya kontraksi palsu. Kontraksi yang datang dalam interval jam. Perut saya mulesnya luar biasa dan suami selalu bilang, "Jangan-jangan ini, anakku mau lahir."
Mau nggak mau saya jadi ngakak juga liat tingkahnya begitu. Tapi kalo mau jujur, saya juga seperti itu, berharap kontraksi saya memang kontraksi bukaan. Tapi mengingat gerak bayi saya masih cenderung aktif dan kepalanya belum masuk panggul, saya paham juga ini belum saatnya saya ketemu si Cantik.
Sabar...............................

Nah, untuk kelahiran sendiri, saya berharap saya bisa normal. Makanya saya berusaha terus supaya secepatnya posisi bayi saya mapan. Ngeri dan takut, ada kok perasaan gitu. Cuma saya sudah bertekad dalam hati. Inilah kodrat saya, inilah perjuangan saya. Inilah pengorbanan saya. Sembilan bulan merindu pada yang belum pernah saya temui wujudnya, inilah yang harus saya tempuh untuk bertemu. Saya bisa mendengar dari cerita orang-orang kelahiran normal itu sakitnya begini begitu, enaknya begini begitu. Mama saya menyarankan operasi karena tahu banget saya paling nggak tahan sakit (saya pernah operasi kelenjar dan pas disuntik saya jejeritan sampe kedengeran kemana-mana :D ). Suami menyerahkan penuh kepada saya apakah mau normal atau operasi dan saya dengan tegas menjawab, operasi adalah opsi terakhir. Malah saya menganggap tidak ada jalan operasi, Yang ada hanya normal, normal, dan normal. Hehe, begitulah cara saya mensugesti pikiran saya sendiri.

Apapun itu, saya pernah baca, bayi punya cara mereka sendiri untuk bertemu orang tuanya. Itulah sebabnya saya selalu komunikatif dengan perut saya, mengajak dia untuk membantu saya, untuk memudahkan saya bertemu dengannya.
Semoga ya... :)

Jumat, 30 Mei 2014

Untitled

Harusnya saya sudah larut dalam mimpi...
Harusnya saya sudah terpejam memeluk malam, ditemani dingin buatan...
Harusnya saya sadar, besok saya juga akan beraktivitas dan butuh tenaga baru.

Tapi saya masih disini, menyala terang bersama kedua mata saya dan lampu kamar, mendekap hawa dingin malam, terselubung selimut biru, dengan pikiran melayang kemana-mana.
Di kanan, suami sudah terlelap dari tadi. Mungkin dia juga lelah dengan hari setelah beraktivitas.
Si mungil di perut masih meronta seperti biasa, jamnya dia bermain.

Ada apa, ya?
Saya juga tidak paham. Sama sekali.

Pikiran saya tidak diperaduan ini.
Entahlah.

Apa jadinya kalau pada jam ini (satu dini hari) saya melakukan kebiasaan jaman kuliah? Menulis sambil duduk di atas tepat di sebelah balkon rumah. Walaupun di jaman dulu juga saya tidak pernah menulis di balkon di jam jam terlelap seperti sekarang.

Saya sedang merasa kerdil. Kecil, seperti curut. Ya, begitulah.
Saya harusnya sedikit dewasa untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak perlu masuk ke benak saya. Tapi hal-hal tidak penting itu juga mengguncang saya sedikit. Sedikit. Sedikit sekali.

Pencarian.
Pikiran saya sedang pada kosa kata itu.
Mencari karena kita belum bertemu, tidak bertemu, atau ingin bertemu.
Mencari agar sesuatu yang terselip dihati terpenuhi.
Mencari agar mendapat sedikit kelegaan.
Mencari lalu sakit.
Mencari lalu bertanya tanya sendiri.
Jawaban pun diterka sendiri.

Saya harus tidur sekarang. Sebelum saya terpental pada pusara pencarian yang tidak akan ada ujung pangkalnya.

Rabu, 02 April 2014

Rabu Rasa Senin

Whooosaaaaaaahhhhh...... just one word for today. Tired!
Ya, tired! Setelah libur 4 hari mulai Sabtu (Selasa kemaren disini libur karena Nyepi), Rabu hari ini begitu seperti Senin.

Nasabah pada dateng nggak kunjung berenti kayak nggak ada hari besok aja.
Belum lagi di kantor lagi ada pemeriksaan dari tim audit internal kanwil. Semakin lah!!
Seakan ngerti perasaan Bundanya, yang di perut juga nggak diem-diem, nggludang ngglunding terus.

Dia seakan ngingetin bundanya kalo bundanya udah kebanyakan gerak dan harus istirahat. Tadi di kantor rehat sejenaklah saya di dapur sambil minum. Aaaak, i love you so much sayangku...
Di sore hari saya pikir saya bisa renggangin kaki saya yang mulai bengkak ini. Tapi ternyata tidak. Tim audit minta file ini dan itu yang bikin saya mondar mandir sana sini. Hiks, mamaaaaaaaaa.....
Dan ternyata sampe jam setengah tujuh juga saya masih di kantor. Suami udah bbm aja bilang laper dan nyuruh cepet pulang. Duh, sedihnya..
Di jalan pas jemput saya, saya tanya lauknya udah diangetin apa belom, dia bilang belom. Udah makan apa belom dia bilang belom juga. Alamak..
Mikirnya ajak makan dulu di luar tapi sayang lauk banyak di rumah.

Ehhh tapi ternyata pas sampe rumah saya udah disambut dengan nasi kuning dan lauk-lauk yang udah hangat. Saya tinggal santap. Pas saya buka tudung saji, suami dengan childishnya bilang, "Surpriseeeeee, semua udah anget..."
Hahahahaha, liat ekspresinya sambil ngomong itu bikin ketawa sendiri..

Duh, surga kecil ya gini.. thanks to Lord!
Capek saya hari ini ditambah dengan flu yang makin bandel. Hidung saya meler. Tentunya saya nggak mau minum obat, kasian dedek. Hiks.

Get well soon my body, we have many things to do T.T