Kamis, 27 Juni 2013

Tentang Lelaki Hebat dalam Hidupku

Saya mungkin udah berkali-kali bilang di blog ini bahwa saya suka hujan, cinta hujan, dan menikmati hujan.
Saya selalu suka aroma tanah basah berpadu rumput yang tercium samar :)

Seperti malam ini, hujan membuat beranda basah, namun hati menghangat. Dentuman nada hujan seperti merangkai nada. Saya pasti tidur nyenyak malam ini.

Hujan.

Sehabis hujan lalu terbitlah matahari yang udah siap membalas dinginnya hujan, datang menghangatkan dan mengeringkan.
Nikmatnya luar biasa.

Beranda di depan basah.
Hujan ini sepertinya terlalu deras.
Kamu, calon pelengkapku, sedang apa? Ah dia masih kerja. Meeting dengan salah satu Group Head perusahan milik negara, katanya tadi di telepon.

Saya menghabiskan malam sendu-sendu syahdu ini dengan browsing sana sini.
Si mas bikin senyam senyum hari ini.
Dia mengirimi saya something sweet di LINE, dan bikin saya ngakak-ngakak senang.
He's always full of surprise. Dari awal deket rasanya dia nggak berhenti bikin saya senyam senyum, walaupun kadang suka bikin sakit kepala juga :)

Oh iya, akhirnya dia menanggapi usul saya untuk pesan wedding invitation di jogja. Tanggapannya adalah :
"Nanti kalo mau pesen di Jogja, suruh Intan aja kesana. Dia kan deket."
Teteuuup kurang merestui saya yang kesana. :D
Itu lelaki hebat saya.

Tapi saya punya lelaki hebat satu lagi. Terhebat dalam hidup saya.

Semakin kesini, semakin saya merasakan waktu yang sedemikian berharganya dengan orang tua. Apalagi Bapak saya. Bapak bukan tipe yang dengan santai mengumbar mesra ke anaknya. Bukan juga tipe yang mencium pipi atau kening saat bertemu. Tapi saya rasakan sekali (dan Mama saya juga nyampein hal yang sama), Bapak terlihat berpikir, anaknya yang dulunya sebelum beliau berangkat kerja harus diajak keliling komplek perumahan dulu, sekarang sudah menjelma menjadi si matang yang siap dipetik.
Ini mungkin yang namanya ketidaksiapan seorang Ayah menjelang hari H anaknya?
Jujur, saya sedih. Bapak bukan orang yang ekspresif dari dulu. Saya yang dulu rangking kelas, yang terima piagam ini itu, yang dapat penghargaan saat wisuda S1, pujian setinggi langit hampir tidak pernah keluar dari mulutnya. Tapi saya tau beliau bangga. Bangganya ditunjukkan dengan apa-apa yang telah beliau katakan kepada adik-adik saya tentang saya, ditunjukkan dengan apa yang beliau lakukan dan berikan ke saya. Bukan dalam hal materi seperti uang dan barang. Tidak.
Saat saya mengutarakan niat untuk melanjutkan kuliah profesi lagi, Beliau langsung menyetujui dan mempersiapkan semua yang ada kaitannya dengan pendidikan saya, terutama dana.Apalagi saya memutuskan untuk hijrah ke kota ini. Apapun yang menunjang, Beliau sediakan. Bapak bahagia anaknya senang sekolah, karena dulunya untuk sekolah Bapak harus jualan es lilin.
Saya?? Semua sudah lengkap dari fasilitas sampai dukungan moril. Apa lagi yang bisa saya lakukan selain membahagiakan dan membuat Bapak bangga?
Dan tentang memilih.
Walaupun tidak disampaikan dengan lisan, saya tau Bapak tenang, dan Bapak percaya penuh pada calon suami saya. Yang dulunya beliau tau dia hanya sahabat saya.
Itu juga yang Mama sampaikan ke saya. Dengan tipe calon suami yang seperti Mas, Bapak merasa sudah tepat menitipkan saya kepada calon suami saya itu. Untuk dijaga, dibimbing, dan melangkah padu membangun keluarga baru. Bapak ikutan excited menyiapkan keperluan pernikahan saya, tetap dengan pribadinya yang cool :)
Mulai berandil dalam memberi pendapat ini dan itu.
Ini yang Bapak tunggu, setelah sebelumnya sempat kecewa dengan apa yang pernah terjadi antara saya dan masa lalu saya.
Saya ingin teruuus sederhana seperti Bapak. Si sukses yang tidak pernah sombong dan selalu murah hati.

Saya tidak menuntut seorang suami yang sempurna, tapi saya berharap supaya selalu mendapatkan rasa aman dan nyaman dari suami saya, seperti yang saya rasakan sepanjang umur saya bersama Bapak, lelaki paling hebat dan setia kepada keluarga. Pahlawan keluarga saya.

Bapak, ini anakmu yang baru mulai belajar jalan kembali....
Dulu,  24 tahun lalu, tangan ini yang kau genggam dan jaga saat kaki lemahnya mencoba menapak bumi dengan sepatu hasil keringatmu.
Kau tuntun, kemudian perlahan kau lepas namun tanganmu siaga di sisi kiri kanan tubuhku...

Dan tetaplah seperti itu, Bapak....
Lepas perlahan aku untuk belajar membentuk pribadiku seutuhnya.....
Namun tetap siagakan aku dengan doa-doamu yang memagari imanku, fisikku dari segala arah....
Suatu saat tangan kecil ini mungkin yang akan membantumu untuk bangkit menghampiri cucumu..
Dan kau tau, tangan kecil ini sedang berusaha melalukan hal besar untukmu...
Untuk Bapak.....







Tidak ada komentar:

Posting Komentar